Bandar Lampung (ANTARA News) - Rancangan Undang-Undang Anti-Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP), yang terus menimbulkan kontroversi
sampai saat ini, menurut budayawan WS Rendra, menunjukkan sikap anti-seksual (aseksual) dan anti-gairah hidup manusia.
RUU APP agaknya mencoba mengatur hal-hal yang menjadi gairah dan naluri yang ada dalam diri setiap orang dengan pengaturan secara berlebihan, katanya dalam satu diskusi di Bandar Lampung, Sabu malam.
Padahal, sang pujangga itu menilai, gairah seksual pada diri manusia merupakan karunia Illahi yang justru membuat manusia bersemangat untuk terus hidup dan juga baik bagi kesehatan, asalkan dijalankan secara benar
dan wajar.
Dia pun menilai, agama Islam dan agama lain umumnya bukanlah agama yang aseksual dan a-erotis dan tidak pernah memberikan larangan orang untuk bergairah pada lawan jenisnya.
"Allah menciptakan perbedaan dan nafsu yang kita miliki juga diciptakan Allah untuk menggunakan akal sehat disalurkan, sehingga dapat menilai mana yang benar atau salah, baik atau tidak, pantas dan tidak pantas," tegas Rendra.
Ia juga menyebutkan bahwa agama Islam melarang orang untuk berzinah, tapi membolehkan berpoligami, karena itu nafas RUU APP yang anti-erotis dan aseksual, merupakan pengaturan bagi masyarakat secara tidak sehat dan tidak baik.
Dalam RUU itu, Rendra menilai, terdapat hal-hal yang dipaksakan untuk dirumuskan, termasuk persoalan gairah dan nafsu birahi, padahal wajar bagi setiap lelaki melihat wanita cantik kemudian memunculkan gairah.
"Kalau saya lihat ada perempuan cantik, eh, Alhamdulillah, ada ciptaan Tuhan secantik ini," ujarnya.
Namun, ia mengemukakan, kalau sampai terus menerus memandangi perempuan cantik itu tanpa mengontrol diri, maka sama saja dengan merendahkan diri seolah betul-betul terikat dengan duniawi, sehingga harus cepat mengontrol dan mengendalikan diri, agar tidak melakukan aktivitas yang salah.
Rendra menyatakan, seharusnya saat ini yang perlu diajarkan oleh para pendidik, pengotbah dan penganjur agama adalah bagaimana manusia dapat mengontrol birahinya, tidak justru mengajarkan untuk menjadi anti-birahi dan anti-seksual.
Kendati begitu, Rendra mengakui bahwa persoalan ponografi adalah masalah yang serius, kalau sudah menyangkut hal-hal yang tidak layak dipertontonkan kepada masyarakat umum.
Dia pun menguraikan perbedaan sikap dan adat dalam peradaban dunia, berkaitan dengan persoalan erotisme dan pornografi itu. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006