Poundsterling naik tajam dalam perdagangan yang fluktuatif pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB).

New York (ANTARA) - Poundsterling naik tajam dalam perdagangan yang fluktuatif pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), reli dari rekor terendah yang dicapai pada Senin (26/9), setelah bank sentral Inggris (BoE) melakukan hari kedua pembelian obligasi untuk menstabilkan pasar keuangan.

Pound membukukan kenaikan persentase satu hari terbesar sejak Maret 2020 dan terakhir diperdagangkan pada 1,1076 dolar, melonjak 1,8 persen. Setelah mencapai palung sepanjang masa di 1,0327 dolar tiga hari lalu, sterling telah reli lebih dari 7,0 persen terhadap dolar AS.

Pemulihan mata uang Inggris sebagian disebabkan oleh tindakan BoE. Pada Kamis (29/9), BoE membeli 1,415 miliar pound (1,55 miliar dolar AS) obligasi Pemerintah Inggris dengan jangka waktu lebih dari 20 tahun, hari kedua dari program multi miliar pound yang dirancang untuk menstabilkan pasar.

"BoE menunjukkan kreativitas dan kemauan untuk menanggapi pasar yang gila," kata Greg Anderson, kepala strategi valuta asing global di BMO Capital Markets di New York.

Namun, dia mencatat bahwa kenaikan sterling sebagai akibat dari langkah BoE tidak berkelanjutan.

"Setiap kali bank sentral melakukan program intervensi sementara, pasar pasti akan menguji ini dan melihat apakah bank sentral akan terus melakukan ini atau tidak. Tapi saya tidak akan memperkirakan bahwa keseimbangan pound dengan dolar akan pecah," kata dia lagi.

Anderson menambahkan bahwa dia akan menjadi penjual pound di 1,10 dolar AS, dengan kemungkinan mata uang akan kembali turun ke 1,05 dolar AS.

Sterling awalnya jatuh pada Kamis (29/9), karena Perdana Menteri Liz Truss membela anggaran pemotongan pajak pemerintahnya.

Pada sisi lain, indeks dolar AS yang mengukur greenback terhadap sekeranjang enam mata uang utama lainnya melemah, terakhir turun 0,4 persen di 112,148. Euro naik 0,7 persen terhadap dolar menjadi 0,9804 dolar AS.

Data menunjukkan sentimen ekonomi zona euro turun tajam dan lebih dari yang diperkirakan pada September, karena kepercayaan turun di antara perusahaan dan konsumen, yang juga suram tentang tren harga dalam beberapa bulan mendatang.

Namun, fokus besar adalah inflasi Jerman, yang melonjak menjadi 10,9 persen bulan ini, jauh melampaui ekspektasi untuk 10 persen. Itu menunjukkan angka untuk zona euro 19 negara yang lebih luas, yang dijadwalkan pada Jumat, juga kemungkinan akan melebihi perkiraan 9,6 persen, memperkuat kasus untuk kenaikan suku bunga 75 basis poin lainnya pada pertemuan kebijakan Bank Sentral Eropa berikutnya.

Beberapa analis berpikir tindakan potensial ECB kemungkinan hanya dorongan jangka pendek untuk euro.

"Kenaikan suku bunga dapat mendukung mata uang ... Tetapi proses inflasi tidak pernah baik untuk mata uang, terutama jika inflasi belum dijinakkan dengan benar oleh bank sentral," kata Stephen Gallo, kepala analis valas Eropa di BMO di London.

"Saya tidak ingin memiliki euro hanya karena ECB sedang naik. Saya ingin memiliki euro ketika dolar AS memuncak, dan ketika menjadi jelas bahwa inflasi zona euro sedang moderat dan ketika menjadi jelas bahwa blok itu bersih dari resesi besar-besaran." kata dia.

Pada pasangan mata uang lainnya, dolar AS naik 0,2 persen menjadi 144,355 yen.

Jepang melakukan intervensi pekan lalu untuk menopang yen yang kesulitan. Menteri Keuangan Shunichi Suzuki mengatakan pada Kamis (29/9) intervensi mata uang Jepang baru-baru ini dilakukan untuk memperbaiki distorsi pasar yang disebabkan oleh pergerakan mata uang spekulatif. Dia mengisyaratkan kesiapannya untuk intervensi lagi jika spekulasi berlanjut.

Di tempat lain, yuan China di luar negeri melambung sekitar 1,0 persen menjadi 7,0894 per dolar AS, setelah Reuters melaporkan bank-bank pemerintah telah diberitahu untuk menyimpan persediaan buat intervensi yuan.

Dolar Australia yang sensitif terhadap risiko merosot 0,4 persen menjadi 0,6494 dolar AS. Data baru harga konsumen menunjukkan inflasi tahunan sedikit mereda dari Agustus hingga Juli, menawarkan harapan bahwa tekanan biaya mungkin mendekati puncaknya.
Baca juga: Dolar AS menguat di tengah penurunan pundsterling Inggris

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2022