Yogyakarta (ANTARA) - Objek wisata di Daerah Istimewa Yogyakarta terus bertambah, dan museum mulai menyedot banyak wisatawan. Sebuah peluang yang bagus, sepanjang ada keseriusan untuk memperkuat branding Yogyakarta sebagai Kota Museum. Julukan yang akan melengkapi "Jogja Istimewa".
Secara kuantitas, jumlah museum di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sudah memadai, dan terus bertambah setiap tahun. Berdasarkan data Badan Musyawarah Museum (Barahmus), saat ini setidaknya ada 59 museum yang menjadi anggota maupun calon anggota Barahmus DIY.
Pada bedah buku 'Pancadasa Warsa Kencana Barahmus' dalam rangka 51 Tahun Barahmus DIY dengan tema "Penguatan Museum sebagai Upaya Meningkatkan Daya Saing DPSP Borobudur", terungkap kualitas museum-museum yang ada di DIY luar biasa.
Banyak museum yang mengoleksi benda-benda sejarah pahlawan nasional, seperti Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Pangeran Diponegoro, Dr Sardjito, dan Ki Hadjar Dewantara.
Selama ini beberapa museum berhasil menyedot banyak wisatawan. Namun hal itu masih menjadi perdebatan, apakah kedatangan para wisatawan itu karena minat atau kebetulan mampir? Sebab ada beberapa museum yang memang berada di kantong wisatawan.
Sebut saja Museum Vredeburg. Jika melintasi Jalan Malioboro di Kota Yogyakarta, di dekat titik nol kilometer, berdiri bangunan peninggalan masa kolonial bernama Benteng Vredeburg. Benteng ini merupakan salah satu bangunan yang menjadi saksi bisu peristiwa-peristiwa bersejarah yang terjadi di Yogyakarta, terutama sejak pemerintah kolonial Belanda masuk ke Yogyakarta.
Mengutip laman Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, berdirinya Benteng Vredeburg di Yogyakarta tidak lepas dari lahirnya Kasultanan Yogyakarta. Kraton Kasultanan Yogyakarta pertama dibangun pada tanggal 9 Oktober 1755. Setelah kraton mulai ditempati kemudian dibangun bangunan pendukung lainnya, seperti Pasar Gedhe, masjid, alun-alun dan bangunan pelengkap lainnya.
Itulah yang membuat posisi Benteng Vredeburg berdekatan dengan Kraton Ngayogyakarta. Ini pula yang menguntungkan bagi Benteng Vredeburg. Beberapa pejalan kaki yang melewati Jalan Malioboro menuju Kraton, kerap mampir ke Museum Benteng Vredeburg tersebut.
Satu lagi museum yang dekat kraton adalah Museum Sonobudoyo. Museum ini didirikan pada tahun 1934 dan diresmikan setahun setelahnya oleh Sri Sultan Hamengku Buwono VIII.
Daya tarik museum tersebut ada pada 11 ruangan museum yang meliputi Ruang Pengenalan, Ruang Prasejarah, Ruang Klasik dan Islam, Ruang Batik, Ruang Wayang, Ruang Wayang Golek, Ruang Topeng, Ruang Senjata, Ruang Jawa, Ruang Bali dan Ruang Dolanan Anak.
Museum ini juga memiliki pendopo dengan koleksi gamelan bersejarah, seperti susunan Gamelan Slendro-Pelog yang bernama Kyai-Nyai Riris Manis Yasan, hadiah dari Sri Sultan Hamengku Buwono VI.
Kemudian di luar pendopo, pengunjung dapat melihat dua meriam serta arca dan relief peninggalan umat Hindu-Buddha yang menggambarkan Makara, Mahakala dan Dewi Laksmi.
Upaya Digitalisasi
Untuk mendongkrak branding Yogyakarta sebagai Kota Museum, para praktisi wisata, akademisi, maupun pengamat memberikan beberapa saran.
Saran-saran yang muncul, antara lain pada era digitalisasi ini tampaknya digital marketing tidak bisa diabaikan. Bagaimana caranya anak-anak milenial menemukan museum saat melakukan penjelajahan virtual. Pada mulanya mereka mengenal, kemudian ingin tahu dan akhirnya terdorong untuk segera datang.
Upaya lain adalah menjadikan museum sebagai "tempat nongkrong" yang familiar milenial. Hilangkan kesan museum tempat serius untuk belajar. Anak muda digiring kepada pemikiran bahwa masuk museum akan tetap gaul. Masih bisa kongkow-kongkow dengan secangkir kopi.
Kegiatan demi kegiatan seyogianya kerap diselenggarakan di museum. Setidaknya langkah ini menggiring orang untuk masuk museum. Siapa tahu setelah itu mereka menjadi suka untuk datang ke museum.
Tampaknya beberapa langkah yang dikemukakan itu sudah dilakukan beberapa museum. Digitalisasi museum sudah dilakukan oleh manajemen Museum Benteng Vredeburg.
Lewat https://virtualtourvredeberd.id masyarakat bisa berkunjung ke Museum Benteng Vredeburg secara virtual. Model ini banyak diminati saat terjadi pandemi COVID-19.
Saat ini, kunjungan bulanan secara langsung sudah berangsur normal sekitar 2.500-3.000 orang, tapi permintaan tur virtual pemanduan masih tinggi.
Hanya bedanya, lonjakan permintaan tur virtual saat pandemi mereda ini sebagian besar didominasi kelompok masyarakat yang tinggal di luar Jawa, seperti Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan.
Dari pengalaman tur virtual itu, pengelola lebih serius menangani digital marketing. Dengan antusiasme pada layanan digital itu, manajemen Vredeburg pun mulai menyiapkan digitalisasi seluruh layanannya. Tak sekadar wahana pameran, misalnya mulai menerapkan digitalisasi untuk pelayanan administrasi, layanan kunjungan, layanan umum, pameran tetap dan temporer untuk koleksi yang dimiliki.
Untuk digitalisasi layanan administrasi, mulai dikembangkan layanan aplikasi magang online (magang pinter), pemesanan tiket online, dan pemesanan tempat untuk berkegiatan yang juga bisa dilakukan secara daring. Dalam bidang layanan pemanduan, sudah diterapkan layanan pemanduan secara daring (virtual visit), dan pembuatan media virtual tour yang bisa diakses secara daring.
Pameran juga digenjot. Pameran tetap, antara lain magic wall Pangeran Diponegoro, Holorama Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949, dan relief digital Peristiwa Jogja Kembali. Untuk pameran temporer, mulai diterapkan pada Pameran Temporer Serangan Umum 1 Maret 1949 Daulat dan Ikhtiar dan Pameran Vredeburg Fair 2022.
Di Museum Sonobudoyo, bersama Dinas Kebudayaan DIY, diselenggarakan Pameran Abhinaya Karya 2022. Pameran ini resmi dibuka pada Rabu (28/9/2022) di Pendopo Timur Museum Sonobudoyo.
Pameran yang menghadirkan ilmu pengetahuan Nusantara dalam bentuk aksara ini akan dibuka hingga 22 Oktober 2022. Pameran ini menyajikan prasasti hingga huruf dari tiap aksara di Nusantara.
Sejumlah jurus sudah dilakukan pengelola museum, tetapi masih ada puluhan museum lain yang perlu mengambil langkah serupa. Jika saja langkah ini dilakukan serentak, maka museum akan menjadi objek wisata unggulan di Yogyakarta.
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2022