Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan survei integritas pendidikan atau SINDIK untuk memetakan titik rawan korupsi di sektor pendidikan.
"Salah satu komitmen dan upaya KPK dalam perbaikan tata kelola sektor pendidikan agar tindak pidana korupsi pada sektor ini tidak terulang adalah melalui survei integritas pendidikan atau SINDIK," kata Pelaksana Tugas (Plt.) Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati Kuding dalam keterangannya pada hari Kamis.
SINDIK ialah survei untuk memetakan kondisi integritas pendidikan di Indonesia, baik pada lingkup peserta didik maupun ekosistem pendidikan, yang memengaruhinya, seperti tenaga pendidik, pimpinan, dan aspek pengelolaan.
Dikatakan pula bahwa hasil pemetaan melalui SINDIK dapat dijadikan dasar dan pertimbangan dalam menyusun rekomendasi peningkatan dan pengembangan upaya implementasi pendidikan karakter dan budaya antikorupsi yang lebih tepat sasaran.
Ipi mengatakan bahwa survei tersebut sedang berlangsung pada periode September hingga Oktober 2022. Dalam pelaksanaannya, responden yang terpilih akan menerima link kuesioner melalui WhatsApp resmi bercentang hijau dengan nama pengirim "Frontier".
Terdapat empat kategori responden, yakni siswa/mahasiswa, orang tua siswa, tenaga pendidik, dan pimpinan satuan pendidikan.
Pada tahun 2022, kata dia, SINDIK akan melibatkan sebanyak 500 satuan pendidikan yang terdiri atas 227 sekolah dasar, 136 sekolah menengah pertama, 106 sekolah menengah atas, dan 31 perguruan tinggi. Pada tahun 2023, KPK mengharapkan makin banyak satuan pendidikan yang akan terlibat seiring dengan menjadikan SINDIK sebagai program nasional.
Selain itu, KPK menyatakan dengan skala yang lebih luas dan dukungan dari berbagai pemangku kepentingan maka SINDIK akan menjadi acuan untuk menilai posisi integritas dunia pendidikan Indonesia.
"Dengan hasil SINDIK nantinya, KPK juga akan memberikan rekomendasi perbaikan hal-hal yang kurang dan dapat menjadi pembelajaran untuk meningkatkan budaya antikorupsi di dunia pendidikan Indonesia," ujar Ipi.
KPK memberikan perhatian khusus dalam upaya pemberantasan korupsi di sektor pendidikan.
"Layaknya dua sisi mata uang, dengan pengelolaan dana yang besar, dunia pendidikan menjadi salah satu sektor rawan terjadinya korupsi, sekaligus menjadi medium yang optimum untuk menjalankan strategi preemtif guna menurunkan tingkat korupsi di Indonesia," ujarnya.
Hal tersebut membuat KPK mafhum dan menuangkannya ke dalam trisula pemberantasan korupsi, yakni mencakup strategi pendidikan, pencegahan, dan penindakan. Berada di posisi terdepan, KPK menganggap pendidikan harus menjadi benteng yang kukuh untuk menjaga integritas setiap insan, terutama generasi penerus bangsa untuk memiliki budaya antikorupsi.
Merujuk data perkara, kata dia, KPK telah menangani beberapa kasus tindak pidana korupsi pada sektor pendidikan di Indonesia yang mengakibatkan kerugian keuangan negara dalam jumlah banyak.
Beberapa kasus itu di antaranya korupsi pengadaan dan instalasi teknologi informasi Gedung Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia (UI) pada tahun anggaran (TA) 2010—2011, korupsi pengadaan dan pelaksanaan pekerjaan konstruksi pembangunan gedung kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan TA 2011, korupsi pengadaan tanah untuk pembangunan SMKN 7 Tangerang Selatan, Provinsi Banten, TA 2017.
Terbaru, KPK melakukan tangkap tangan pada dugaan korupsi penerimaan mahasiswa baru di Universitas Lampung (Unila). Dalam tangkap tangan tersebut, KPK turut mengamankan rektor sebagai pihak yang diduga sebagai penerima suap.
"Notabene rektor merupakan orang nomor satu di perguruan tinggi yang seharusnya menjadi teladan bagi ribuan mahasiswa yang ada di dalamnya," kata Ipi.
Baca juga: KPK panggil seorang dosen terkait kasus suap Rektor Unila nonaktif
Baca juga: MPR sarankan penerapan panduan penerimaan mahasiswa cegah penyimpangan
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022