"Pengadilan agama punya dasar untuk merekomendasikan, untuk bisa dicatatkan. Jadi ketika sudah mendapat persetujuan, orang yang nikah beda agama dicatatkan itu boleh, tapi tidak berarti pengadilan agama itu mengesahkan. Jadi undang-undang kita seperti itu," kata Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag Kamaruddin Amin di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, ketentuan tersebut tertuang dalam undang-undang tentang administrasi kependudukan dan undang-undang tentang perkawinan.
Selain itu, dia mengatakan, menurut fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) pernikahan beda agama hukumnya haram dan tidak sah.
Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah Kemenag Adib Machrus menjelaskan, kementerian telah membahas persoalan pernikahan beda agama dengan sejumlah pakar dalam forum diskusi.
Menurut dia, forum tersebut menyepakati bahwa sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perkawinan, pernikahan disebut sah apabila dilakukan berdasarkan hukum agama masing-masing.
"Itu disepakati sebagai norma umum tentang ketidakbolehan perkawinan beda agama. Ini menjadi dasar semuanya," kata dia.
Dia mengatakan bahwa para pakar juga sepakat pencatatan pernikahan beda agama di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil hanya dapat dilakukan dalam keadaan mendesak.
Baca juga:
PN Surabaya kabulkan permohonan pernikahan beda agama
MUI sayangkan pengesahan pernikahan beda agama oleh PN Surabaya
Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2022