Jakarta (ANTARA News) - Permohonan grasi kedua bagi terpidana mati kerusuhan Poso, yaitu Fabianus Tibo, Dominggus da Silva, dan Marinus Riwu, telah ditolak dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan tidak ada kendala untuk melaksanakan hukuman mati terhadap ketiga terpidana. "Iya, saya kira. Jadi keputusan Presiden dalam penolakan grasi itu mendengarkan, memperhatikan, mempertimbangkan pandangan dan pendapat dari MA," kata Menko Polhukkam Widodo AS, Jumat, ketika menjawab pertanyaan apakah grasi kedua bagi Tibo dkk sudah ditolak. Widodo menyatakan hal itu usai bersama Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh dan Kapolri Jenderal (Pol) Sutanto melakukan pertemuan dengan Presiden Yudhoyono di Kantor Kepresidenan, Jakarta. Sejalan dengan itu, Widodo mengatakan pelaksanaan eksekusi mati bagi Tibo, da Silva, dan Riwu, sudah dapat dilaksanakan karena seluruh proses hukum sejak pelaksanaan pengadilan, peninjauan kembali (PK) hingga grasi sudah tuntas dijalani oleh ketiganya. "Pada dasarnya tidak ada hal-hal yang menjadi kendala hukum dalam pelaksanaan itu. Penjabaran bagaimana instruksi Presiden untuk menegakkan hukum seadil-adilnya saya kira penjabarannya ada di aparat," katanya. Namun ketika ditanya apakah ada tenggat waktu bagi pelaksanaan eksekusi terhadap Tibo dkk, Jaksa Agung Abdul Rahman mengatakan hal itu belum ditentukan. "Proses berjalan terus seperti dikatakan Menkopolhukkam, sehingga kami tidak menentukan spesifik tanggal atau waktu," ujar Jaksa Agung. Sementara itu, Kapolri Jenderal (Pol) Sutanto ketika ditanya tentang posisi Tibo dkk sebagai saksi kunci dalam kerusuhan Poso, mengatakan eksekusi dilakukan karena pemeriksaan terhadap ketiganya sudah tuntas. "Kita sudah memeriksa Tibo, dari 16 orang yang disampaikan beberapa orang sudah menjalani proses hukum, sedangkan nama-nama yang lainnya adalah nama dari teman-temannya bukan langsung Tibo yang menyaksikan kejadian tersebut. Sehingga tidak ada masalah lagi," ujarnya. Sebelumnya, pada 10 November 2005, Presiden Yudhoyono telah menolak grasi pertama Tibo. Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi, permohonan grasi bisa dilakukan untuk kedua kalinya. Pasal 2 Ayat UU itu menyebutkan, "Permohonan grasi hanya dapat diajukan satu kali, kecuali: terpidana yang pernah ditolak permohonan grasinya dan telah lewat waktu dua tahun sejak tanggal penolakan permohonan grasi tersebut". (*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006