Singapura (ANTARA) - Pasar keuangan yang gelisah mendorong mata uang safe-haven dolar AS ke puncak baru dua dekade di sesi Asia pada Rabu sore, karena kenaikan suku bunga global memicu kekhawatiran resesi, sementara sterling mendekam di dekat posisi terendah sepanjang masa di tengah kekhawatiran atas rencana pemotongan pajak radikal Inggris.
Indeks dolar AS, yang mengukur greenback terhadap sekeranjang enam mata uang utama lainnya naik sekitar 0,5 persen mencapai tertinggi baru 114,70 di perdagangan Asia.
Kenaikan dolar tanpa henti terjadi karena imbal hasil acuan obligasi pemerintah AS 10-tahun naik menjadi 4,0 persen untuk pertama kalinya sejak 2010, mencapai 4,004 persen. Imbal hasil dua tahun mencapai 4,2891 persen.
"Ini adalah kombinasi dari limpahan dari Inggris ... di mana imbal hasil emas menjadi balistik. Dan itu telah menyebar ke pasar obligasi DM (Discount Margin) lainnya, jadi ada sedikit efek pantulan," kata Moh Siong Sim, ahli strategi mata uang di Bank of Singapore.
"Dan tentu saja ... ini bertentangan dengan pesan yang sangat ditentukan oleh The Fed untuk melakukan apa pun untuk menurunkan inflasi."
Federal Reserve telah memimpin perjuangan global melawan lonjakan inflasi, berubah menjadi lebih agresif baru-baru ini dengan memberi sinyal kenaikan suku bunga lebih lanjut di atas pergerakan berukuran super dalam beberapa bulan terakhir.
Pesan itu diperkuat semalam oleh Presiden Fed Chicago Charles Evans, Presiden Fed St. Louis James Bullard dan Presiden Bank Federal Reserve Minneapolis Neel Kashkari, dengan Evans mengatakan bahwa bank sentral perlu menaikkan suku bunga ke kisaran antara 4,50 persen dan 4,75 persen .
Meningkatnya biaya pinjaman telah mengintensifkan kekhawatiran resesi global, menambah lonjakan imbal hasil obligasi di seluruh dunia.
Sterling berada di bawah tekanan lagi, merosot 0,95 persen menjadi 1,06345 dolar, membalikkan kenaikan 0,4 persen di sesi sebelumnya. Sterling masih mengalami kerugian yang dalam setelah jatuh ke level terendah sepanjang masa di 1,0327 dolar pada awal pekan, setelah bertahan di dekat level 1,1300 dolar sebelum anggaran Inggris minggu lalu.
Kepala Ekonom bank sentral Inggris (BoE) Huw Pill mengatakan semalam bahwa bank sentral kemungkinan akan memberikan "respons kebijakan yang signifikan" dalam menanggapi rencana pemotongan pajak besar menteri keuangan Kwasi Kwarteng.
Namun dia menambahkan bahwa bank sentral ingin menunggu sampai pertemuan yang dijadwalkan berikutnya pada November sebelum mengambil langkah, meredam spekulasi pasar tentang potensi kenaikan suku bunga antar pertemuan.
"Untuk jangka pendek saya pikir sterling akan tetap cukup lemah dari sini," kata Carol Kong, rekan senior untuk ekonomi internasional dan strategi mata uang di Commonwealth Bank of Australia.
"Pada dasarnya ini adalah krisis kepercayaan. Terserah pemerintah Inggris untuk menyelesaikan ini ... daripada bank sentral Inggris."
Dolar yang lebih kuat mendorong mata uang lainnya ke posisi terendah multi-tahun pada Rabu, dengan Aussie jatuh 0,8 persen hingga mencapai level terendah di 0,6381 dolar AS, terendah sejak Mei 2020. Kiwi kehilangan sekitar 1,0 persen menjadi 0,55645 dolar AS, juga terendah sejak Maret 2020.
Yuan China di pasar internasional turun sejauh 7,2350 per dolar, level terendah sejak data tersebut tersedia pada 2011.
Sebuah sumber mengatakan kepada Reuters pada Selasa (27/9/2022) malam bahwa otoritas moneter China meminta bank-bank lokal untuk menghidupkan kembali alat penetapan yuan yang ditinggalkannya dua tahun lalu ketika mereka berusaha untuk mengarahkan dan mempertahankan mata uang yang melemah dengan cepat.
Euro kehilangan 0,45 persen menjadi 0,9550 dolar, tidak jauh dari level terendah 20 tahun terakhir di 0,9528 dolar, dengan gejolak terbaru dalam krisis gas zona euro menambah prospek suram untuk mata uang tunggal.
Eropa pada Selasa (27/9/2022) menyelidiki apa yang dikatakan Jerman, Denmark dan Swedia sebagai serangan yang menyebabkan kebocoran besar ke Laut Baltik dari dua pipa gas Rusia di tengah kebuntuan energi.
Di tempat lain, yen terakhir dibeli 144,69 per dolar, masih mendekati level terendah dalam beberapa tahun bahkan setelah intervensi Jepang untuk menopang mata uang rapuh minggu lalu.
"Apa yang benar-benar akan mengubah nilai yen adalah jika BOJ (bank sentral Jepang) menyerah atau mengatur ulang kebijakan kontrol kurva imbal hasil mereka," kata Pablo Calderini, kepala investasi di hedge fund Graham Capital.
"Selama Anda mempertahankan perbedaan suku bunga 4,0 persen, akan sangat sulit untuk melihat apresiasi yen yang signifikan."
Baca juga: Pound sterling Inggris dekati rekor terendah di pasar Asia
Baca juga: Yuan anjlok lagi 385 basis poin menjadi 7,1107 terhadap dolar AS
Baca juga: Dolar naik tipis meski kekhawatiran suku bunga kurangi selera risiko
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2022