Ini murni masalah hukum tindak pidana korupsi.Jakarta (ANTARA) - Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar meyakini tidak ada agenda politik di balik proses hukum terhadap Gubernur Papua Lukas Enembe (LE) di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Menurut saya, tidak ada agenda politik apa pun yang mendasari kasus ini. Ini murni masalah hukum tindak pidana korupsi," kata Abdul Fickar dalam keterangan di Jakarta, Selasa.
Abdul Fickar lantas menegaskan tidak ada ketentuan yang mewajibkan seorang tersangka harus berasal dari saksi. Ketika ada alat bukti yang cukup, yaitu minimal dua alat bukti, seseorang dapat ditetapkan sebagai tersangka meski belum pernah diperiksa sebagai saksi.
Oleh karena itu, kata dia, penetapan LE sebagai tersangka tidak ada masalah. Bahkan, sesuatu yang normal saja sepanjang sudah ada dua alat bukti, penetapan sebagai tersangka cukup berdasar.
Menurut Abdul Fickar, KPK bertindak sudah sesuai dengan prosedur. Jika merasa ada penyimpangan, pihak Lukas bisa mengajukan upaya hukum praperadilan untuk menyatakan penetapan tersangka, penangkapan, dan penahanannya tidak sah.
Baca juga: KSP ingatkan pejabat harus beri contoh hormati proses hukum
Baca juga: DPR dukung KPK soal Lukas Enembe
Sebelumnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membongkar dugaan penyimpanan dan pengelolaan uang Lukas Enembe yang tidak wajar, salah satunya setoran tunai dari Lukas yang ada dugaan mengalir ke kasino judi dengan nilai Rp560 miliar.
Tito menegaskan bahwa Pemerintah tidak punya kepentingan dengan menjerat Lukas dalam kasus korupsi.
"Kalau dianggap politisasi partai tertentu, orang tertentu, tidak juga," kata Tito.
Mahfud MD juga menyatakan bahwa penetapan Lukas sebagai tersangka kasus dugaan korupsi bukan rekayasa politik.
"Tidak ada kaitannya dengan parpol atau pejabat tertentu, tetapi merupakan temuan dan fakta hukum," ujar Mahfud.
Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022