Itu semua harus diatasi secara mendasar dan sistemik. Tegakkan trust dan integritas
Jakarta (ANTARA) - Sistem keuangan nasional saat ini masih rentan karena sering direcoki sejumlah masalah seperti transaksi shadow economy. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) periode 2022-2027 bertekad meningkatkan integritas sistem keuangan dalam lima tahun ini.
Banyak manfaatnya jika Indonesia memiliki sistem keuangan berintegritas. Sistem tersebut pastinya didukung oleh sistem perbankan yang aman dan terpercaya. Ini akan membuat masyarakat tidak takut lagi menyimpan dana di perbankan nasional. Dampaknya, bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Bagi OJK, upaya peningkatan integritas sistem keuangan harus dilakukan. Potensi untuk itu sangat besar. Apalagi sistem perbankan yang menjadi landasan sistem keuangan itu, beroperasi atas dasar kepercayaan dan integritas.
"Ini (membangun sistem keuangan berintegritas} menjadi misi kami 5 tahun ke depan. Itu semua harus diatasi secara mendasar dan sistemik. Tegakkan trust dan integritas," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae dalam diskusi dengan wartawan di Bandung, akhir pekan lalu.
Menurut Dian yang mantan Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), sistem keuangan yang berintegritas berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi nasional.
Sistem keuangan berintegritas itu akan memunculkan persepsi positif bagi sistem keuangan nasional yang saat ini masih direcoki sejumlah masalah. Sistem keuangan nasional saat ini masih perlu terus ditingkatkan.
Saat ini sistem itu masih sering direcoki oleh sejumlah masalah seperti dengan terungkapnya transaksi shadow economy seperti judi online, transaksi narkoba, dan pinjaman online (pinjol) ilegal. Shadow economy masih ada di Indonesia.
Shadow economy merupakan aktivitas ekonomi baik bersifat legal maupun ilegal yang berkontribusi terhadap perhitungan produk domestik bruto (PDB) namun tidak terdeteksi. Aktivitas ini terjadi di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Saat ini perekonomian Indonesia sangat terbebani dengan shadow economy, khususnya yang ilegal, yang salah satunya berasal dari aktivitas transaksi judi online, narkoba, serta pinjaman online (pinjol) ilegal.
Menurut Plt. Deputi Bidang Pencegahan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Fithriadi Muslim, shadow economy yang ada diperkirakan sebesar 8,3 persen hingga 10 persen dari produk domestk bruto (PDB).
Menurut data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), PDB Indonesia pada triwulan II tahun 2021 mencapai lebih dari Rp4.175 triliun. Jika data ini digunakan sebagai acuan maka shadow economy Indonesia mencapai Rp417,5 triliun pada waktu bersamaan.
Kondisi shadow economy ini membuat kondisi perekonomian Indonesia menjadi terdistorsi dan tumbuh di bawah potensi riil. Jika aktivitas ekonomi dapat terdata dengan baik dan menghilangkan semua produk shadow economy, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat tumbuh lebih tinggi dalam 20 tahun terakhir.
Upaya mengatasi shadow economy tersebut dapat diatasi dengan menetapkan langkah yang tepat dan sistemik, serta sinergi antara pemangku kepentingan, katanya.
Peran OJK
Lalu di mana peran OJK? OJK berwenang dalam menciptakan sistem keuangan berintegritas, termasuk sistem perbankan di dalamnya. Diyakini jika sistem berintegritas sudah terbangun maka hal itu akan makin mempermudah untuk menarik investasi masyarakat baik dari asing maupun domestik.
Meski demikian, OJK menyadari bahwa membangun sistem keuangan berintegritas itu bukan hanya tanggung jawab OJK, melainkan tanggung jawab bersama. Kolaborasi dengan sejumlah lembaga diperlukan serta dukungan masyarakat.
Apalagi industri keuangan nasional saat ini memasuki periode yang sangat menentukan karena lingkungan strategisnya yang berubah. OJK tidak dapat berdiri sendiri, kerja sama dan kolaborasi menjadi suatu keharusan.
Sebagai regulator dari industri keuangan OJK harus dapat menyeimbangkan tiga hal penting yakni stabilitas, perlindungan konsumen, dan inovasi.
Berkaitan dengan perbaikan sistem keuangan, kompleksitas struktur sistem keuangan Indonesia juga merupakan persoalan mendasar yang perlu mendapat pembenahan ke depannya untuk menciptakan sistem keuangan yang efisien, kompetitif, dan berintegritas.
Sistem keuangan Indonesia sangat kompleks yang terdiri dari berbagai bentuk kelembagaan, bentuk kegiatan usaha, bentuk badan hukum, ketentuan permodalan yang berbeda, standar regulasi dan pengawasan yang berbeda, termasuk perbedaan persyaratan permodalan di sektor perbankan sendiri.
Implementasi dan interpretasi atas kewenangan-kewenangan yang dimiliki OJK dinilai akan sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan tugas OJK.
Langkah yang berimbang dari OJK untuk memperhatikan kepentingan bisnis, kepentingan masyarakat dan perlindungan konsumen, kebijakan Pemerintah, serta kebijakan Bank Indonesia perlu dilakukan secara sistemik dan terukur.
Meski ketahanan perbankan hingga saat ini dinilai memadai, OJK akan terus mencermati tekanan perekonomian global yang meningkat, sebagai akibat berlanjutnya perang di Ukraina, tekanan inflasi global, serta respons pengetatan kebijakan moneter global yang lebih agresif.
Perubahan lingkungan perbankan yang saat ini terjadi tentunya mendorong OJK untuk terus beradaptasi dalam merumuskan pola pengaturan dan pengawasan melalui penerapan principle based.
Pendekatan tersebut diharapkan dapat lebih fleksibel serta mampu mendorong inovasi baik dari sisi proses bisnis, pengembangan produk dan layanan, serta pengembangan infrastruktur informasi dan teknologi (IT) dan manajemen risiko.
Mengenai perbankan digital, OJK memperkuat kebijakan transformasi digital di sektor jasa keuangan dalam rangka meningkatkan akses masyarakat ke produk dan jasa keuangan dengan harga yang lebih terjangkau.
Sebagai bentuk dukungan OJK dalam mendorong industri perbankan yang resilien, berdaya saing, dan kontributif, OJK telah menerbitkan Roadmap Pengembangan Perbankan Indonesia Tahun 2020-2025, di mana pengembangan perbankan difokuskan pada penguatan permodalan melalui konsolidasi, Akselerasi Transformasi Digital, peningkatan peran perbankan kepada ekonomi nasional serta penguatan perizinan, pengaturan, dan pengawasan perbankan.
Dalam mendukung perkembangan industri BPR, OJK merilis Roadmap Pengembangan BPR dan BPRS yang akan menjadi arah jalan untuk menghadapi berbagai tantangan dan peluang mewujudkan industri BPR dan BPRS menjadi bank yang agile, adaptif, kontributif, dan resilien dalam memberikan akses keuangan kepada UMK dan masyarakat di daerah.
Memang masih banyak pekerjaan rumah bagi OJK periode 2022-2027 ini. Namun rencana kerja sudah ditetapkan. Integritas sistem keuangan memang harus dibangun sebagai fundamental dalam meningkatkan kinerja industri keuangan dalam jangka panjang. Dengan demikian semua aktivitas perekonomian dapat tercatat dalam berkontribusi terhadap PDB. ***1***
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2022