Jakarta (ANTARA News) - Majelis Mujahiddin Indonesia (MMI) meminta pemerintah agar tidak tunduk pada trik dan tekanan Australia dan Amerika Serikat (AS), terkait dengan akan bebasnya Amir MMI, Ustadz Abubakar Ba`asyir, pada 14 Juni mendatang. Ketua Data dan Informasi MMI, Fauzan Al Anshori, di Jakarta, Jumat, mengatakan pemerintah seharusnya menghormati hukum nasional dan bersikap tegas dalam menghadapi intervensi AS dan Australia, khususnya terkait dengan kasus Amir MMI, Ustadz Abubakar Ba`asyir. "Kalau ternyata polisi nekad mau menahan (Ustadz) lagi, saya khawatir pasti akan ada bentrok lagi," katanya. Sesuai dengan hasil pengecekan pihaknya ke bagian register LP Cipinang, Abubakar Ba`asyir sudah harus bebas pada 14 Juni 2006 setelah dipotong remisi (pengurangan masa tahanan). "Kami akan terus mewaspadai trik-trik politik Amerika Serikat dan sekutunya, khususnya Australia, seperti pengumuman `travel warning` (peringatan perjalanan ke Indonesia) 2 April lalu. Ternyata informasi bahwa ada ancaman serangan ternyata tidak terbukti," katanya. Terkait dengan trik-trik kekuatan asing itu, pihaknya akan terus memantau, termasuk ketika berlangsung sidang peninjauan kembali (PK) di PN Cilacap pada 19 April untuk mengklarifikasi kesaksian Amrozi tentang apakah benar-benar ada dialog dirinya dengan Abu bakar Basyir terkait insiden bom Bali 12 Oktober 2002. Sidang PK di PN Cilacap itu sangat penting untuk membuktikan ada tidaknya dialog tersebut karena terpidana mati kasus Bom Bali, Amrozi, tidak dihadirkan dalam persidangan kasus Ustadz Abubakar Ba`asyir di PN Jakarta Selatan, pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung, katanya. Ustadz Abubakar Ba`asyir divonis majelis Pengadilan Negeri Jakarta Selatan 30 bulan penjara dipotong masa tahanan pada Mei 2005. Ketika itu, pemerintah dan sebagian publik Australia menanggapi secara negatif vonis Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas amir MMI itu karena mereka mengganggap masa hukuman 30 bulan ini "terlalu singkat dan ringan". Menteri Luar Negeri Alexander Downer seperti dikutip harian "The Australian", yang menurunkan berita tentang vonis 30 bulan penjara dipotong masa tahanan atas Ba`asyir di halaman depan, mengatakan bahwa hukuman itu terlalu ringan. Downer juga dikutip berkata: "Tahun depan akan melihat Ba`asyir bebas". Ia mengatakan, Canberra akan mengimbau jaksa penuntut umum Indonesia agar naik banding. Ba`asyir alias Abdus Somad (66), pemimpin pesantren Ngruki Solo (Jawa Tengah) yang dituduh sebagai pemimpin Majelis Mujahidin Indonesia, divonis bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam kasus bom Bali yang menewaskan 202 orang, termasuk 88 warga Australia. Vonis 30 bulan penjara itu lebih rendah dari tuntutan jaksa, yakni delapan tahun penjara. (*)
Copyright © ANTARA 2006