“Konsep karyaku ini sebenarnya memproseskan keterkaitan masa kini dengan masa lalu. Jadi ini dituangkan dalam enam kaca,” kata Shavierra saat ditemui ANTARA usai acara Basoeki Abdullah Art Award 2022 di Jakarta, Senin.
Dalam karyanya yang berjudul “The Wheel of Change” atau “Roda Perubahan”, Shavierra menyampaikan pendapatnya bahwa bila manusia adalah sistem yang kompleks.
Pemikiran bahwa manusia membawa dampak besar dalam perubahan hidup setiap individu yang terlibat di dalamnya, dia tuangkan ke dalam enam cermin dengan teknik menggores (scraping), transfer foto dan melukis pada cermin.
“Cermin itu media reflektif karena menangkap sebuah momen. Jadi penggunaan cermin itu fungsinya di situ, merepresentasikan momen-momen dari tahun ke tahun sampai sekarang,” ucapnya.
Baca juga: Kemendikbudristek: Karya seni bukti perupa beradaptasi dengan kemajuan
Shavierra mengatakan bahwa perubahan menyiratkan perbedaan esensial yang sering kali mengakibatkan penggantian satu hal dengan hal lainnya. Salah satunya adalah perjuangan RA. Kartini di zaman dulu yang memberi harapan besar bagi perempuan di zaman modern.
Sosok Kartini yang dia gambarkan di cermin pertama, memberikan gambaran akan terbatasnya hidup perempuan di masa lampau. Sedangkan pada cermin kedua, terdapat lukisan sekolah yang menggambarkan Kartini berhasil memberikan kesempatan perempuan untuk belajar di sekolah.
“Di cermin-cermin selanjutnya aku visualisasikan wanita-wanita sekarang yang sudah bisa berkarya, sudah bisa berpendapat, sudah bisa jadi kepala jadi tidak harus semuanya laki-laki,” ujar Guru Visual Art di Sekolah Perkumpulan Mandiri Menteng, Jakarta Pusat itu.
Perempuan yang lahir pada tanggal 3 Agustus 1998 di Jakarta itu juga menjelaskan, dia sengaja mengosongkan cermin terakhir dengan harapan setiap penikmat karyanya dapat melihat tampilan dirinya sendiri sambil menyadari “inilah kita sekarang”.
Baca juga: Kurator: BAAA 2022 lahirkan cara pandang baru terhadap nilai ideologi
Ia juga menambahkan bahwa bunga dandellion yang dia gambar melambangkan sebuah perjuangan mulai dari tumbuh, hingga akhirnya kembali gugur.
“Karya ini selain karya lukis dan mix media tapi juga merupakan karya interaktif. Jadi ketika orang mengamati, bisa mengapresiasi, bisa merasakan langsung ketika bercermin. Harapannya ada perasaan kita sebagai wanita sudah enak sekarang, tidak seperti wanita wanita zaman dulu,” katanya.
Kurator Mikke Susanto menyatakan jika museum mempunyai peran lebih untuk mewadahi perupa muda melalui setiap kompetisi yang diselenggarakan.
Dengan adanya kemitraan yang terjalin antara museum baik dengan berbagai pihak terutama pemerintah, Mikke berpendapat bahwa kerja sama dapat menjadi stimulus bagi para perupa muda untuk terus berkarya.
Salah satu caranya adalah dengan turut memberikan apresiasi dalam setiap kompetisi, hingga membeli karya para perupa.
Baca juga: Kurator: Basoeki Abdullah seperti mata air bagi perupa muda
“Jadi produksi karya kita hari ini, itu banyak sekali. Produksi kebudayaan kita banyak sekali, tapi kemudian bagaimana pemerintah ini harus menopang dan memasarkannya,” ujar dia.
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2022