Jakarta (ANTARA) - Direktur Pascasarjana Universitas YARSI Prof Tjandra Yoga Aditama mengemukakan bahwa batuk kronik berkepanjangan hingga beberapa bulan dapat mengindikasikan seorang penyintas mengalami Long COVID-19.
"Batuk kronik sampai beberapa bulan dapat saja terjadi pada sebagian pasien Long COVID-19 atau COVID-19 berkepanjangan," kata Tjandra Yoga Aditama yang dikonfirmasi di Jakarta, Senin.
Menurut Tjandra yang juga Guru Besar Paru Universitas Indonesia, batuk pada dasarnya adalah mekanisme pertahanan tubuh yang menunjukkan ada gangguan di paru dan saluran napas.
"Adalah salah, kalau ada yang menyebut batuk biasa. Semua batuk itu luar biasa. Orang yang sepenuhnya sehat tidaklah batuk," katanya.
Baca juga: Studi baru temukan sekitar 30 persen pasien alami "Long COVID"
Menurut dia, keluhan batuk, apalagi kronik, menunjukkan ada masalah kesehatan di paru dan saluran pernapasan yang perlu segera diketahui penyebabnya dan ditangani dengan baik agar tidak jadi masalah berkepanjangan.
Tjandra menjelaskan, batuk kronik adalah batuk yang terjadi lebih dari delapan pekan, batuk akut kalau terjadi sampai tiga pekan, sementara batuk yang dialami antara tiga sampai delapan pekan disebut batuk sub-akut.
"Jadi, penyebutan batuk akut atau kronik adalah sesuai dengan lamanya keluhan atau gejala, bukan karena berat ringannya gejala," katanya.
Ia mengatakan, sebagian besar batuk kronik dapat ditangani dengan menghindari faktor risiko seperti berhenti merokok, menghindari polusi udara, dan menghindari alergi tertentu.
Baca juga: Pencegahan jadi kunci hindari fatalitas reinfeksi penderita long COVID
"Kalau memang dengan menghindari faktor risiko, batuk kronik masih saja terjadi, maka perlu ditangani sesuai penyakitnya, bisa asma bronkial atau penyakit yang berhubungan, penyakit paru obstruktif kronik, infeksi virus atau bakteri, penyakit paru interstitial, sampai ke kemungkinan kanker paru," ujarnya.
Juru bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril melaporkan sekitar 33 persen pasien COVID-19 di Indonesia mengalami Long COVID-19. Gejalanya masih muncul, meski pasien sudah dinyatakan sembuh.
"Long COVID-19 itu sebenarnya istilah klinis bagi seseorang yang syndromic dan pasien sudah tidak positif lagi, PCR negatif. Di Indonesia, ada datanya sekitar 33 persen Long COVID-19, dan itu gangguan di saluran pernapasan paling utama," katanya.
Selain di saluran pernapasan, kata Syahril, Long COVID-19 juga bisa terjadi pada saluran cerna.
Baca juga: Epidemiolog: Booster bantu cegah terjadinya long covid saat endemi
Kondisi itu umumnya terjadi setelah infeksi COVID-19 selesai dan akan menetap dalam jangka waktu yang cukup lama.
"Ini berkelanjutan. Pasien selesai COVID-19 atau selesai dirawat tidak lantas hilang gejalanya. Long COVID-19 akan ada dalam waktu yang cukup lama, sekitar 3 hingga 6 bulan," katanya.
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2022