Surabaya (ANTARA News) - Ulama dan tokoh senior NU KH Yusuf Hasyim (Pak Ud) menyatakan majalah Playboy Indonesia sudah terbit dan ia mengimbau masyarakat muslim jangan menyikapi itu dengan tindakan yang anarkhis.
"Hari ini (7/4), saya mendengar Playboy Indonesia mulai terbit, karena itu kalau memang ada
sweeping ya jangan sampai ada kekerasan yang anarkhis," kata pengasuh Pesantren Tebuireng, Jombang, Jatim itu kepada ANTARA News di Surabaya, Jumat.
Menurut putra pendiri NU Hadratussyeikh KH Hasyim Asy`ari itu, sweeping terhadap majalah Playboy di berbagai toko atau pasar swalayan sebaiknya dilakukan dengan damai, karena itu jika melakukan pembakaran sebaiknya di luar toko atau pasar swalayan itu.
"Kalau ada sweeping dan langsung dilakukan pembakaran tentu akan menjalar kemana-mana dan hal itu berarti anarkhis. Kalau anarkhis tentu akan berakibat jelek dan bisa saja ada orang lain yang mengambil keuntungan dari itu," katanya.
Mantan politisi senior itu menyatakan penerbitan majalah Playboy Indonesia sudah jelas merupakan intervensi kebudayaan dari Barat kepada negara berkembang seperti Indonesia yang awalnya bersifat ekonomis tapi dampaknya merusak moralitas masyarakat setempat.
"Intervensi kebudayaan itu merupakan terorisme moral yang dampaknya lebih berbahaya dibanding terorisme dalam bentuk yang sebenarnya, sebab terorisme moral itu justru merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara dalam jangka panjang dan sistematis," katanya.
Oleh karena itu, katanya, pihaknya berharap pemerintah dapat menyikapi penerbitan majalah Playboy Indonesia dalam konteks kepentingan jangka panjang dan bukan semata-mata kepentingan pasar.
"Karena itu, Departemen Komunikasi dan Informasi (Depkominfo) dapat menyikapi untuk kepentingan masyarakat dalam jangka panjang dan bukan semata-mata bisnis media massa, meski pemerintah juga diuntungkan dengan pajak yang ada," katanya.
Selain itu, katanya, kalangan aktivis pro-demokrasi di Tanah Air juga jangan melihat penerbitan Playboy sebagai bagian dari demokrasi, melainkan demokrasi yang ujungnya intervensi budaya. "Itu jangan dilihat sebagai persoalan agama, tapi lihat saja dalam konteks moralitas generasi bangsa di masa depan," katanya.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006