Jakarta (ANTARA) - Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang (RUU) Kepariwisataan Komisi X DPR RI melakukan kunjungan kerja spesifik ke Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, untuk menyerap aspirasi dan masukan para pelaku wisata terkait draf RUU tersebut.
Anggota Komisi X DPR RI Nuroji, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin, mengatakan pihaknya menerima banyak masukan dari para pelaku wisata di Kota Batam, yang nantinya akan menjadi perhatian dalam penyusunan draf RUU Kepariwisataan.
"Terkait kondisi kepariwisataan di Batam, ternyata masih banyak kendala , mulai dari persoalan visa on arrival (kedatangan), sandaran kapal feri dari Singapura, dan pengisian bahan bakar kapal feri. Sebenarnya, dari segi potensi (pariwisata), di Batam ini cukup luar biasa,” kata Nuroji usai bertemu dengan pelaku pariwisata di Kota Batam, Jumat (23/9).
Dia kemudian meminta koordinasi penyelesaian terkait kendala-kendala pariwisata di Batam segera dilakukan oleh kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian (K/L) terkait.
"Koordinasi diperlukan supaya ekosistem pariwisata di Batam lebih kondusif dan turis akan tambah lagi datang ke Batam," tambahnya.
Baca juga: KSP: Indonesia bangun ekosistem pariwisata berkelanjutan dan tangguh
Dia menilai ada sejumlah potensi wisata di Batam yang dapat dikembangkan untuk menarik kedatangan wisatawan, baik domestik maupun mancanegara, seperti wisata belanja dan kuliner.
"Batam ini kan dikenal sebagai tempat wisata belanja. Lalu, ada pergeseran. Selain wisata belanja, ada juga wisata kuliner. Kuliner Batam ini ternyata banyak disukai wisatawan mancanegara. Saya rasa ini merupakan potensi yang harus terus dikembangkan," jelasnya.
Dia berharap ke depan Pemerintah dan para pihak terkait mengembangkan wisata budaya di Batam.
"Ke depan, mungkin yang harus dikembangkan lagi yaitu wisata budaya yang belum begitu kelihatan dan saya belum pernah menemukan keunggulannya," ujarnya.
Nuroji mengatakan RUU Kepariwisataan telah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prolegnas Prioritas Tahun 2023. Saat ini, katanya, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan dianggap belum optimal mencapai tujuannya dan implementasinya pun belum efektif.
Hal itu, menurut dia, disebabkan oleh perkembangan teknologi, informasi, dan hal lain di sektor kepariwisataan. Sehingga, berbagai hal tersebut perlu disesuaikan melalui RUU Kepariwisataan, terlebih di tengah dampak pandemi COVID-19 terhadap sektor pariwisata.
Baca juga: UNWTO: Priwisata global berada dalam mode pemulihan pada 2022
Baca juga: Anggota DPR sampaikan urgensi revisi UU Kepariwisataan
Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022