Jakarta (ANTARA News) - Departemen Pertanian (Deptan) mengungkapkan, meskipun telah mampu menembus pasaran internasional namun komoditas tanaman anggrek Indonesia masih jauh tertinggal dibanding beberapa negara lainnya. Sekretaris Direktorat Jenderal Tanaman Hortikultura Deptan, Daryanto di Jakarta, Kamis menyatakan, nilai perdagangan anggrek di pasar dunia saat ini mencapai 150 juta dolar AS namun Indonesia baru mampu menghasilkan sebesar 3 juta dolar AS atau hanya 2 persen jauh di bawah Thailand yang mencetak angka 50 juta dolar AS atau yang diraih Taiwan 15 juta dolar AS. "Melihat kondisi tersebut peluang Indonesia untuk mengembangkan anggrek sebagai komoditas perdagangan internasional masih terbuka lebar," katanya pada kegiatan Pesona Tridasawarsa Taman Anggrek Ragunan guna memperingati ulang tahun Taman Anggrek Ragunan ke 30. Daryanto menyatakan, sebenarnya secara nasional produksi anggrek dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan yang mana pada 2000 baru 3,2 juta tangkai namun tiga tahun kemudian naik menjadi 5,9 juta tangkai pada 2003 dan pada 2005 diperkirakan mancapai 7,9 juta tangkai. Begitu juga dengan produktifitas tanaman anggrek pada tahun 2000 baru mencapai 3,2 tangkai per tanaman namun pada 2003 telah meningkat menjadi 4,7 tangkai per tanaman dan pada 2005 menjadi 4,9 tangkai per tanaman. Namun demikian dibandingkan dengan Thailand produktivitas tanaman anggrek di Indonesia masih jauh di bawahnya, karena di negara gajah putih tersebut setiap tanaman rata-rata menghasilkan bunga sebanyak 10-12 tangkai. Menurut Daryanto, untuk meningkatkan daya saing anggrek Indonesia di pasar dunia maka salah satu upaya yang dilakukan yakni melakukan konversi potensi genetika bunga, dari eksploitasi potensi alam menjadi hibrida pemuliaan guna memperbaiki mutunya. Selain itu untuk meningkatkan pengembangan tanaman anggrek di Indonesia, Deptan menetapkan sasaran produksi dari 75,2 juta tangkai pada 2005 menjadi 89,6 juta tangkai pada 2010 serta tersedianya sentra anggrek dengan luasan 187,98 ha menjadi 224,23 ha selama periode yang sama.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006