Jakarta (ANTARA News) - Bank Pembangunan Asia (ADB) memproyeksikan pertumbuhan Indonesia pada 2006 berada di level 5,4 persen atau di bawah pertumbuhan 2005 sekitar 5,6 persen, bahkan jauh di bawah prediksi pemerintah dalam APBN 2006 yaitu 6,2 persen. Menurut Ekonom ADB Amanah Abdulkadir saat menyampaikan proyeksi ADB tentang ekonomi 2006 di Jakarta, Kamis, perlambatan laju pertumbuhan tersebut terutama disebabkan oleh rendahnya konsumsi swasta karena kenaikan suku bunga, inflasi tinggi, dan kenaikan angka pengangguran. Angka itu sendiri diperkirakan akan meningkat pada 2007 menjadi sekitar 6 persen pada 2007. Sedangkan inflasi pada semester pertama 2006 akan tetap tinggi karena kenaikan harga barang, upah minimun, dan gaji PNS sebagai pengaruh lanjutan dari kenaikan harga BBM. "Pada akhir tahun 2006 inflasi diproyeksi berada di level 8 persen dengan inflasi rata-rata mencapai 14 persen dan baru menurun pada 2007 sekitar 7 persen dengan asumsi kenaikan harga akan dilakukan secara bertahap. Sedangkan surplus transaksi berjalan diproyeksi mencapai 1,0 persen dari PDB," katanya. Dia mengingatkan pada 2006 pemerintah harus melunasi utang luar negeri untuk pokok dan bunga mencapai 9,4 miliar dolar AS atau setara dengan 14 persen penerimaan ekspor dan 30 persen lebih besar dari pembayaran utang pada 2005. "Pemerintah akan berusaha menutupi kebutuhan pembiayaan itu melalui penerbitan obligasi senilai sekitar 5,7 miliar dolar AS dan mencari pinjaman proyek dan program senilai sekitar 3,6 miliar dolar AS," katanya. Sementara itu, ADB juga memperkirakan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2005-2009 untuk pertumbuhan sektor manufaktur sekitar 8,6 persen per tahun sulit tercapai mengingat pertumbuhan pada 2005 saja baru mencapai sekitar 4 persen. Demikian pula dengan target pertumbuhan yang diperkirakan 6,6 persen dengan tingkat kemiskinan turun menjadi 8,2 persen pada 2009 dan pengangguran turun menjadi 5,1 persen hanya bisa dicapai jika iklim investasi terus membaik. Amanah menjelaskan pencapaian target pertumbuhan akan tergantung pada kemampuan pemerintah untuk mengatasi beberapa masalah, yaitu masalah iklim investasi, masalah pelayanan publik yang rendah mutunya, dan rendahnya kemampuan aparat pemerintah baik di tingkat nasional ataupun lokal. Paket investasi yang dikeluarkan pemerintah pada Maret 2006, menurutnya, cukup menjanjikan, tetapi implementasi paket tersebut sangat menjadi perhatian berbagai kalangan. Prioritas harus ditekankan pada finalisasi rancangan UU investasi, pajak, cukai dan perburuhan. Dia menambahkan rendahnya kualitas pelayanan publik diakibatkan antara lain tidak jelasnya peran dan tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah, kurangnya koordinasi antara keduanya, tidak konsistennya peraturan di berbagai level, dan kapasitas pemerintah daerah yang rendah untuk melakukan proyek-proyek pembangunan.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006