Kathmandu (ANTARA Kyodo) - Partai politik utama Nepal, Kamis, melancarkan pemogokan umum di seluruh negeri itu selama empat hari guna memprotes kekuasaan langsung Raja Gyanendra.
Kegiatan usaha, sekolah dan toko tutup, dan jalan-jalan lengang di seluruh negeri tersebut.
Pemerintah Nepal berikrar akan menggagalkan pemogokan itu, dan menyatakan partai politik melancarkan protes semata-mata untuk membantu pemberontak Maois yang sedang berusaha menggulingkannya.
Pemerintah juga telah menggelar tambahan personil keamanan, dengan alasan kemungkinan terjadinya kerusuhan di kota besar utama, termasuk Kathmandu.
Aliansi Tujuh-Partai, termasuk Partai Kongres Nepal dan Partai Marxis-Leninis, menyatakan pemogokan umum tersebut adalah protes damai dengan tujuan memaksa raja Nepal menyerahkan kekuasaan kepada rakyat.
Raja Gyanendra mengambil-alih kekuasaan eksekutif pada Februari tahun lalu, dalam apa yang dikatakannya sebagai upayanya guna mencegah pemberontakan komunis selama satu dasawarsa di negara Himalaya tersebut.
Namun, partai-partai politik menuduh Raja Gyanendra telah merampas kekuasaan rakyat dan kembali kepada kekuasaan otokrasi masa lalu yang tak dapat diterima oleh rakyat Nepal.
Menurut mereka, Raja tersebut jelas telah gagal menghentikan kerusuhan yang dipicu oleh pemberontakan.
Sementara itu, Raja Gyanendra telah mengabaikan seruan agar merangkul partai politik guna menanggulangi pemberontakan yang telah menewaskan lebih dari 13.000 orang sejak aksi tersebut meletus pada 1996.
Sementara itu, pemberontak Maois telah menyerang kantor-kantor pemerintah dan menyerbu pangkalan keamanan, sehingga menewaskan lima personil polisi dan pemberontak, selain membebaskan sebanyak 100 narapidana dari satu penjara di kota kecil Nepal selatan, yang berbatasan dengan India, kata beberapa sumber Angkatan Darat (AD).
Pemberontak juga menyerang satu helikopter yang dilengkapi alat penglihatan pada malam hari milik AD Nepal di Malangawa, kabupaten Sarlahi, 250 kilometer dari Kathmandu, Rabu malam.
Lima polisi dan tiga pemberontak tewas dalam serangan tersebut, sementara Kepala Wilayah dan 10 personel keamanan diculik oleh pemberontak Maois, kata beberapa sumber.
Kantor Pemerintah Kabupaten Sarlahi, Kantor Pos Kabupaten, Kantor Pajak Tanah Kabupaten, Kantor Polisi Kabupaten dan barak AD di Malangawa, markas kabupaten Sarlahi diserang sekitar pukul 21:00 waktu setempat, Rabu.
Pemberontak Maois juga menyerang penjara wilayah, tempat sebanyak 100 narapidana ditahan dan membebaskan mereka, kata beberapa saksi mata.
Satu helikopter ditembak dan jatuh, kata mereka.
Serangan Maois itu dilancarkan di tengah seruan bagi pemogokan umum oleh partai pro-demokrasi guna mendesak Raja Gyanendra agar memulihkan demokrasi di Kerajaan Himalaya tersebut.
Pemberontak telah memperluas dukungan mereka bagi pemogokan di seluruh Nepal itu dan telah memutuskan guna menghentikan serangan di ibukota selama pemogokan empat hari.
Hari Kamis, ratusan pemrotes ditahan, saat partai oposisi --yang mendapat dukungan pemberontak Maois-- melancarkan pemogokan empat hari bagi demokrasi dan menentang kekuasaan absolut Raja Gyanendra.
Polisi digelar di sepanjang jalan yang lengang di ibukota Nepal dan kebanyakan kegiatan usaha terhenti. Jalan rayat di seluruh Kerajaan tersebut juga lengang, kata beberapa saksi mata.
Sedikitnya 300 orang ditahan, kata seorang pemimpin pemrotes, sementara sehari sebelumnya sebanyak 100 orang ditahan, termasuk puluhan pemimpin politik.
"Sebanyak 250 pemrotes diciduk Kamis pagi oleh polisi di Lembah Kathmandu, dan 50 orang lagi ditangkap di Hetaunda", kota kecil yang berjarak 150 kilometer di sebelah selatan Kathmandu, kata Rajendra Pandey, pemimpin Partai Komunis Nepal (Persatuan Marxis-Leninis).
Tetapi, polisi Kathmandu menyatakan hanya 80 orang telah ditangkap sampai Kamis siang.
Bersamaan dengan pemogokan di seluruh Nepal, ketujuh partai politik juga telah menyerukan protes besar di Kathmandu, Sabtu. Sebagai tanggapan, pemerintah telah melarang pertemuan terbuka dan memberlakukan jam malam di ibukota Nepal. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006