Sesuai perkembangan zaman, kita tidak bisa menghindar dari ilmu pengetahuan dan teknologi serta budaya masyarakat yang masuk era digital. Modal utama era digital adalah berpikir kritis dan Kurikulum Merdeka mampu menjawabnya

Jakarta (ANTARA) - Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) Zulfikri Anas percaya Kurikulum Merdeka mampu menjawab kebutuhan sumber daya manusia (SDM) di masa depan, saat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin tidak bisa dihindari.

"Sesuai perkembangan zaman, kita tidak bisa menghindar dari ilmu pengetahuan dan teknologi serta budaya masyarakat yang masuk era digital. Modal utama era digital adalah berpikir kritis dan Kurikulum Merdeka mampu menjawabnya," kata Zulfikri Anas kepada ANTARA di Jakarta, Jumat.

Menurut dia di era digital ini anak perlu dibekali untuk bisa bernalar kritis agar dia dapat memilah informasi yang benar dan betul-betul valid sehingga aman dari paparan hoaks.

Selain itu, katanya, anak juga harus mampu mengembangkan potensi yang ada di dalam diri mereka serta memiliki kemampuan beradaptasi dengan situasi yang sangat dinamis. Hal terpenting lainnya, kata dia, adalah anak harus mampu menguatkan karakter dan akhlak mulia sebagaimana ciri orang Indonesia.

"Dan Kurikulum Merdeka ini juga fokus pada karakter. Kalau dulu pengembangan karakter hanya bagian dari kegiatan ekstrakurikuler atau kegiatan di luar pembelajaran, di Kurikulum Merdeka ini disediakan waktu khusus secara intrakurikuler," katanya.

"Dari 20-30 persen alokasi waktu per mata pelajaran itu disiapkan untuk penguatan karakter profil pelajar Pancasila lewat berbagai kegiatan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Itu kita kuatkan di Kurikulum Merdeka ini," tambah Zulfikri Anas.

Senada dengan Zulfikri, pengamat pendidikan sekaligus Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim juga mengatakan implementasi Kurikulum Merdeka akan menjawab tantangan SDM masa depan, apalagi setiap pembuatan kurikulum tentu disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

"Semua kurikulum seperti itu. Dulu pun, Kurikulum 2013 memproyeksikan Indonesia Tahun 2045 mencapai generasi emas untuk menjawab tantangan masa depan, Kurikulum 2006 juga demikian, Kurikulum Merdeka juga sama," katanya.

Mengenai SDM yang dibutuhkan Indonesia di masa depan, ia menyebut hal itu kembali kepada tujuan nasional yang termaktub dalam Pembukaan Undang-undang Dasar (UUD) 1945 alinea keempat, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa.

Mencerdaskan kehidupan bangsa sendiri, menurut dia, adalah sebagai watak kolektif yang dimiliki bangsa Indonesia agar mampu membangun peradaban Indonesia saat ini dan di masa depan, yang pedoman dasarnya adalah nilai-nilai Pancasila.

"Artinya, profil sumber daya manusia yang tentu beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, kemudian berilmu, cakap, mandiri, sehat, demokratis, bertanggung jawab, sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Saya rasa inilah yang menjadi profil sumber daya manusia yang kita harapkan ke depan," katanya.

Guna mendapatkan profil bangsa yang demikian, ia mengatakan, sistem pendidikan nasional dalam hal ini Kurikulum Merdeka dapat menjadi alat untuk menjawab hal tersebut, tentunya dengan dibarengi aspek-aspek lain yang terintegrasi dalam satu peta jalan pendidikan nasional.

"Tidak hanya bicara sekolah atau aspek-aspek teknis pembelajaran, tapi juga pendidikan baik formal dan non formal itu satu kesatuan yang terintegrasi," katanya.

"Dari PAUD sampai perguruan tinggi, satu nafas dalam hal menyiapkan kualitas SDM. Inilah yang bisa jadi jembatan untuk menyiapkan SDM yang unggul dan berkualitas sesuai dengan nilai-nilai Pancasila," demikian Satriwan Salim.

Baca juga: Irman Yasin: Kurikulum merdeka untuk perbaiki kualitas SDM

Baca juga: Kurikulum merdeka lebih mudah diimplementasikan pada PAUD

Baca juga: Pakar sebut sebagian guru terapkan Kurikulum Merdeka karena kewajiban

Baca juga: Nadiem: Tak ada program peminatan pada jenjang SMA Kurikulum Merdeka

Pewarta: Suci Nurhaliza
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2022