Sydney (ANTARA) - Dolar AS melonjak ke level tertinggi baru dua dekade terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya dan saham jatuh pada Kamis pagi, setelah Federal Reserve menaikkan suku bunga acuan dan memperkirakan lebih banyak kenaikan ke depan daripada yang diperkirakan investor.
Euro merosot ke level terendah 20 tahun di 0,9810 dolar AS setelah Rusia memerintahkan mobilisasi pasukan cadangan dalam eskalasi perang di Ukraina.
S&P 500 berjangka turun 0,6 persen dan dolar terbang di awal perdagangan Asia. Indeks dolar mencapai tertinggi 20-tahun di 111,65 dan kekuatan greenback mengirim dolar Aussie, kiwi dan Kanada turun ke posisi terendah baru multi-tahun.
Sterling mencapai 1,1233 dolar, terendah dalam 37 tahun. Won Korea Selatan tergelincir melewati angka simbolis 1,400 per dolar untuk pertama kalinya sejak 2009. Baht Thailand, ringgit Malaysia, dolar Singapura dan krona Swedia semuanya membuat posisi terendah baru yang besar.
Nikkei Jepang tergelincir 1,0 persen. Hang Seng berjangka datar, meskipun indeks Golden Dragon dari saham China yang terdaftar di AS terpukul dan turun 5,9 persen semalam.
The Fed menaikkan suku bunga tajam, sebesar 75 basis poin, pada Rabu (21/9/2022) - kenaikan ketiga berturut-turut. Itu membawa kisaran target suku bunga overnight acuan bank menjadi 3-3,25 persen.
Proyeksi menunjukkan pejabat berpikir suku bunga akan lebih tinggi dan pertumbuhan akan lebih rendah dan perkiraan rata-rata suku bunga dana Fed mencapai 4,4 persen tahun ini - lebih tinggi dari perkiraan pasar dan 100 basis poin lebih dari yang diproyeksikan Fed tiga bulan lalu.
"The Fed tidak akan berhenti dalam waktu dekat dan akan ada perpanjangan periode kebijakan moneter ketat setidaknya untuk tahun depan atau lebih," kata Sally Auld, kepala investasi di manajer kekayaan JB Were di Sydney.
"Apa lagi yang Anda beli selain dolar AS saat ini?" dia menambahkan, dengan awan tumbuh di atas di Eropa, Inggris dan China dan yen melemah karena Jepang mempertahankan suku bunga rendah.
Kurva imbal hasil AS memperdalam inversinya dalam sesi yang bergejolak semalam ketika obligasi pemerintah jangka pendek dijual dan yang bertenor lebih lama menguat karena investor menilai peluang soft landing ekonomi dan bersiap untuk kerusakan pada pertumbuhan jangka panjang.
Imbal hasil obligasi dua tahun naik setinggi 4,1230 persen dan terakhir di 4,0848 persen, sedangkan imbal hasil 10 tahun turun 6 basis poin menjadi 3,5120 persen.
"Peluang soft landing kemungkinan akan berkurang sejauh kebijakan perlu lebih ketat, atau restriktif lebih lama," kata Ketua Fed Jerome Powell kepada wartawan setelah pengumuman kenaikan suku bunga.
Pertemuan bank sentral di Taiwan, Jepang, Filipina, Indonesia, Inggris dan Norwegia dijadwalkan di kemudian hari dengan kenaikan diperkirakan terjadi di mana-mana kecuali Jepang.
Jepang minggu ini telah mendorong pulang komitmennya terhadap kebijakan ultra-dovish dengan menghabiskan lebih dari 2 triliun yen (13,8 miliar dolar AS) dalam dua hari terakhir untuk mempertahankan plafon 0,25 persen pada imbal hasil obligasi pemerintah Jepang 10-tahun.
Namun, sekalipun tidak ada perubahan kebijakan yang terjadi, akan ada fokus yang kuat pada pandangan Gubernur Haruhiko Kuroda tentang penurunan tajam yen, karena meningkatnya ketidaknyamanan dapat mengisyaratkan perubahan kebijakan dan sikap dovish dapat memicu penjualan yen lebih lanjut.
Yen turun sekitar 20 persen terhadap dolar tahun ini dan pada 144,29 per dolar mendekati level terendah 24 tahun.
"Kami melihat risiko dolar/yen menuju ke 147 dalam beberapa bulan mendatang," kata ahli strategi Rabobank Jane Foley dalam sebuah catatan kepada klien.
Dolar Australia dan Selandia Baru berada di titik terendah sejak pertengahan 2020, dengan Aussie turun 0,3 persen pada Kamis menjadi 0,6611 dolar AS dan kiwi turun 0,4 persen menjadi 0,5831 dolar AS.
Yuan China berada di sisi yang lebih lemah dari 7 per dolar. Indeks dolar AS mencapai puncak 20 tahun di 111,63 setelah kenaikan Fed.
Di pasar komoditas, minyak turun karena kekhawatiran suku bunga yang lebih tinggi akan menghambat permintaan. Minyak mentah berjangka AS stabil di awal perdagangan Asia pada 82,81 dolar AS per barel dan Brent berada di 89,83 dolar AS.
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2022