Teheran (ANTARA) - Iran membutuhkan jaminan yang meyakinkan serta penutupan penyelidikan yang sedang dilakukan oleh Badan Energi Atom Internasional (International Atomic Energy Agency/IAEA) terhadap negara republik Islam tersebut sebelum perjanjian nuklir dapat disepakati, kata Presiden Iran Ebrahim Raisi pada Selasa (20/9).

Menurut pernyataan yang dipublikasikan di situs web kepresidenan Iran, Raisi menyampaikan hal tersebut dalam pertemuannya dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron di sela-sela Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York.

Iran siap menyepakati perjanjian nuklir yang "adil dan stabil," tetapi mengingat penarikan diri sepihak yang dilakukan Amerika Serikat (AS) dari perjanjian nuklir 2015, tuntutan Iran untuk "mendapatkan jaminan yang meyakinkan" sepenuhnya masuk akal dan logis," tutur Raisi.

Presiden Iran itu juga mendeskripsikan penyelidikan IAEA sebagai "hambatan serius untuk mencapai perjanjian," dengan mengatakan bahwa "kami yakin tanpa penutupan kasus Iran, perjanjian mustahil tercapai."

Sedangkan mengenai hubungan Iran-Eropa, Raisi mengatakan peningkatan hubungan Iran dengan Eropa tergantung pada independensi negara-negara di Benua Biru itu dari kehendak dan opini Amerika Serikat.

Iran menandatangani perjanjian nuklir, yang secara resmi dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (Joint Comprehensive Plan of Action/JCPOA), dengan beberapa kekuatan dunia pada Juli 2015, yang menyepakati pembatasan program nuklirnya sebagai imbalan dari pencabutan sanksi atas negara tersebut. Namun, mantan presiden AS Donald Trump menarik Washington dari perjanjian tersebut dan kembali menjatuhkan sanksi sepihak terhadap Teheran, sehingga memicu Iran meninggalkan beberapa komitmennya yang tercantum di dalam perjanjian nuklir tersebut

Perundingan tentang pengaktifan kembali JCPOA dimulai pada April 2021 di Wina, tetapi tertunda pada Maret tahun ini karena perbedaan politik antara Teheran dan Washington. Putaran terbaru perundingan nuklir ini diadakan di ibu kota Austria tersebut pada awal Agustus tahun ini setelah absen selama lima bulan.

Pada 8 Agustus lalu, Uni Eropa (UE) mengusulkan teks akhir dari draf keputusan pengaktifan kembali JCPOA. Iran dan AS kemudian saling bertukar pandangan secara tidak langsung terkait proposal UE itu dalam proses yang sejauh ini tidak membuahkan hasil yang memuaskan.

IAEA baru-baru ini menekankan kembali bahwa Teheran belum memberikan "penjelasan yang secara teknis kredibel" tentang partikel uranium yang ditemukan di tiga lokasi yang tidak disebutkan. Selesai


Pewarta: Xinhua
Editor: Teguh Handoko
Copyright © ANTARA 2022