Jakarta (ANTARA) - Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) mengkhawatirkan sidang dugaan pelanggaran HAM berat kasus Paniai yang akan disidangkan di PN Makassar, Sulawesi Selatan, pada Rabu (21/9) tidak mengungkap unsur komando dan pertanggungjawaban institusional.

"Kalau ini tidak ada, maka ini sama dengan pidana pada umumnya," kata Ketua PBHI Julius Ibrani saat ditemui di Kantor Komisi Yudisial (KY) di Jakarta, Selasa.

Perwakilan pengurus PBHI bersama KontraS, YLBHI, dan Amnesty International Indonesia datang ke Kantor KY untuk beraudiensi terkait pemantauan persidangan Pengadilan HAM Peristiwa Paniai yang akan diadakan di PN Makassar dengan terdakwa IS.

Baca juga: Komnas HAM pastikan saksi kasus Paniai tidak terbebani

Julius mengatakan dari hasil pemeriksaan penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM sebagaimana yang telah diserahkan kepada Kejaksaan Agung, koalisi masyarakat sipil tidak melihat adanya unsur komando termasuk pertanggungjawaban institusi atas kasus Paniai.

"Jadi seragamnya pengadilan HAM tapi sebetulnya materinya tidak memenuhi unsur HAM atau memperlihatkan unsur HAM," ujar dia.

Hal tersebut terjadi akibat unsur komando dan pertanggungjawaban institusional tidak diseret atau masuk ke dalam kasus tersebut.

Baca juga: Komnas HAM: Upaya hadirkan saksi Paniai jadi tantangan tersendiri
Baca juga: Pengadilan Paniai momentum negara tunjukkan keseriusan HAM

"Ini yang kami khawatirkan saat persidangan kasus Paniai," kata dia.

Ia mengingatkan jangan sampai majelis hakim dengan tugas utama menggali kebenaran materiil justru tidak menggali kebenaran materiil dalam konteks HAM.

Koalisi masyarakat sipil juga menduga bisa saja ada pelaku utama namun tidak terseret atau tersentuh dalam peristiwa berdarah 2014 tersebut, katanya.

Apabila kekhawatiran koalisi masyarakat sipil tersebut tidak direspons, Julius mengatakan ada potensi terjadinya impunitas hukum bagi pelaku dan repetisi atau keberulangan karena tidak adanya reformasi institusional.

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022