Hong Kong (ANTARA) - Saham-saham Asia naik tipis pada awal perdagangan Selasa, menyusul rebound pada jam terakhir perdagangan New York karena investor mengalihkan perhatian mereka ke ekspektasi kenaikan suku bunga Federal Reserve (Fed) yang besar dan kuat minggu ini untuk mengatasi inflasi yang memanas.

Bahkan lebih dari perang Ukraina atau laporan laba perusahaan, tindakan bank sentral AS mendorong sentimen pasar karena para pedagang mencoba memposisikan diri mereka untuk lingkungan suku bunga yang meningkat.

Di awal perdagangan Asia, Indeks MSCI untuk saham Asia Pasifik di luar Jepang menguat 0,7 persen, sementara saham berjangka AS, e-mini S&P 500 terangkat 0,11 persen.

Indeks Nikkei Jepang naik 0,38 persen, Indeks ASX 200 Australia terangkat 1,1 persen, Indeks Hang Seng Hong Kong menguat 0,9 persen, Indeks KOSPI Korea Selatan meningkat 0,48 persen dan indeks saham unggulan China CSI300 terangkat 0,54 persen.

Pada Senin (19/9/2022), indeks-indeks utama Wall Street ditutup lebih tinggi setelah berfluktuasi selama sesi karena investor menunggu untuk melihat seberapa agresif The Fed akan menaikkan suku bunga pada pertemuan kebijakan minggu ini.

Baca juga: Wall Street menguat jelang pertemuan Fed, Indeks Dow naik 197,26 poin

Indeks S&P 500 dan Komposit Nasdaq rebound setelah mencatat penurunan persentase mingguan terburuk sejak Juni, karena pasar sepenuhnya memperkirakan kenaikan suku bunga setidaknya 75 basis poin pada akhir pertemuan kebijakan The Fed 20-21 September.

Pasar memperkirakan suku bunga naik setinggi 4,5 persen pada awal 2023, dibandingkan dengan kisaran suku bunga kebijakan The Fed 2,25-2,50 persen saat ini. Itu cukup tinggi untuk mengambil gigitan dari pertumbuhan, dan menahan imbal hasil obligasi yang lebih panjang di ujung kurva.

Indeks Dow Jones Industrial Average naik 0,64 persen, Indeks S&P 500 naik 0,69 persen, dan Indeks Nasdaq bertambah 0,76 persen.

Suku bunga yang lebih tinggi telah menyebabkan aksi jual obligasi pemerintah. Imbal hasil acuan obligasi pemerintah AS 10-tahun tetap tinggi di 3,4846 persen, setelah mencapai 3,518 persen pada Senin (19/9/2022), level tertinggi sejak April 2011.

Imbal hasil obligasi dua tahun, barometer ekspektasi inflasi masa depan, menyentuh 3,9528 persen setelah naik ke level tertinggi baru hampir 15 tahun di 3,970 persen.

Baca juga: Harga emas turun 5,30 dolar tertekan imbal hasil obligasi lebih kuat

Bukan hanya di Amerika Serikat bahwa kenaikan suku bunga diharapkan. Sebagian besar pertemuan bank sentral minggu ini - dari Swiss hingga Afrika Selatan - diperkirakan akan meningkat, dengan pasar terpecah pada apakah Bank Sentral Inggris (BOE) akan bergerak sebesar 50 atau 75 basis poin.

Bank sentral China mengambil jalannya sendiri, pada Senin (19/9/2022) memotong suku bunga repo sebesar 10 basis poin untuk mendukung ekonominya yang sedang sakit.

Pengecualian lainnya adalah Bank Sentral Jepang (BOJ), yang juga akan bertemu minggu ini dan tidak menunjukkan tanda-tanda akan meninggalkan kebijakan kurva imbal hasil ultra-longgar meskipun yen mengalami penurunan drastis.

Imbal hasil yang lebih tinggi membantu memperkuat dolar dan membuat emas kurang menarik. Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, menguat 0,0373 persen pada 109,58. Emas sedikit lebih rendah dengan pasar spot diperdagangkan pada 1.675,63 dolar AS per ounce.

Harga minyak juga turun, tertekan oleh dolar yang lebih kuat dan prospek pertumbuhan ekonomi global yang lemah. Minyak mentah AS turun 0,17 persen menjadi diperdagangkan di 85,58 dolar AS per barel. Minyak mentah Brent turun menjadi diperdagangkan di 91,9 dolar AS per barel.

Baca juga: Harga minyak naik tipis, dipicu kekhawatiran pasokan ketat

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022