Jakarta (ANTARA) - Inflasi menjadi salah satu faktor yang menyebabkan pasar asuransi dan reasuransi global masih mengalami kondisi hardening market atau penaikan harga dan pengetatan syarat dan ketentuan (terms and condition) hingga saat ini.


Direktur Teknik Operasi PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) (Indonesia Re) Delil Khairat menjelaskan, saat ini banyak negara di Eropa dan Amerika mengalami inflasi pada level tertinggi dalam sejarah.


“Harga-harga menjadi naik, termasuk bahan baku untuk membangun kembali sebuah fasilitas atau properti misalnya. Dengan begitu, biaya ganti rugi (klaim) asuransi dan reasuransi kepada tertanggung menjadi lebih tinggi,” jelas Delil.


Inflasi di Uni Eropa mencapai rekor tertinggi di level 9,1 persen pada Agustus 2022. Hal itu diakibatkan krisis energi dan pangan buntut dari konflik antara Rusia dan Ukraina.


Delil melanjutkan, inflasi tersebut merembet kepada industri asuransi dunia yang meningkatkan intensitas hard market atau kondisi di mana industri asuransi dan reasuransi sulit untuk mendapatkan cover atau back-up.


Situasi ini, jelasnya, terjadi ketika tiga indikator yakni harga atau premi meningkat, terms and condition diperketat dan kapasitas menciut atau berkurang.


“Biasanya itu terjadi berbarengan dan kait-mengkait. Kalau tiga hal itu terjadi, maka dikatakan kondisi pasar sedang hard,” ungkapnya.


Menurut Delil, hard market merupakan mekanisme supply dan demand pasar asuransi dan reasuransi untuk mengoreksi kondisi profitability yang menurun sehingga menghasilkan pasar yang lebih baik atau sustainable. Dia memerinci bahwa, hard market dan soft market biasanya datang bergantian menjadi siklus dalam industri asuransi dan reasuransi.


Delil memerinci bahwa hard market yang terjadi secara global ini disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satunya adalah bencana alam berskala besar atau natural catastrophes (Nat Cat).


Selain itu, kerugian-kerugian besar di luar bencana alam serta inflasi di Uni Eropa dan pandemi yang masih belum sepenuhnya reda,” tuturnya.


Terpisah, ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Ahmad Heri Firdaus mengungkapkan bahwa pandemi Covid-19 dan konflik Rusia-Ukraina telah menghambat jalur logistik di Eropa sehingga menyebabkan rantai pasok produk terganggu.


“Kita ekonomi terbuka sehingga inflasi luar akan memengaruhi inflasi dalam negeri,” paparnya.

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2022