Hanya DKI Jakarta, D.I. Yogyakarta, dan Bali yang tidak mengajukan usulan pemekaran daerah.
Kabupaten Bogor (ANTARA) - Pemekaran wilayah Kabupaten Bogor, Jawa Barat, yang diinisiasi sejak 22 tahun lalu sampai saat ini memang belum terwujud.
Kendati ide pemekaran Kabupaten Bogor merupakan tuntutan yang realistis -- mengingat banyaknya jumlah penduduk dan luas wilayah --, perlu juga dipahami bahwa pemekaran tersebut membawa implikasi luas bagi Pemerintah Pusat.
Karena, hingga saat ini ada ratusan daerah yang mengajukan pemekaran wilayah. Sementara itu, hasil evaluasi sebelumnya menunjukkan daerah-daerah yang dimekarkan juga tidak mengalami kemajuan dan kemandirian yang diharapkan.
Oleh karena itu, Pemerintah Pusat sejak beberapa tahun lalu menerbitkan kebijakan moratorium pemekaran wilayah.
Meskipun demikian, melihat “keunikannya”, Kabupaten Bogor kiranya perlu mendapatkan perlakuan khusus untuk dimekarkan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), penduduk Bumi Tegar Beriman pada akhir tahun 2021 tercatat 5.489.536 jiwa. Selain setara dengan Singapura, jumlahnya bahkan melebihi beberapa negara di Eropa.
Secara geografis, salah satu daerah penyangga Ibu Kota Jakarta ini memiliki luas 298.838 hektare, dengan 40 kecamatan yang terdiri atas 416 desa dan 19 kelurahan.
Luas wilayah Kabupaten Bogor membuat masyarakat di pelosok kesulitan menjangkau layanan publik di pusat pemerintahan. Seperti halnya dari wilayah timur atau barat, untuk menuju Cibinong dengan menggunakan sepeda motor, misalnya, butuh waktu tempuh lebih dari 3 jam.
Kondisi demikian menjadi kendala tersendiri bagi pemerintah daerah untuk mewujudkan pemerataan indeks pembangunan manusia (IPM) di Kabupaten Bogor, daerah dengan jumlah penduduk terbanyak se-Indonesia.
Oleh karena itu, melalui pemekaran wilayah, pemda bisa lebih mendekatkan pelayanan publik karena akses penduduk ke pusat-pusat pelayanan menjadi lebih terjangkau.
Kabupaten Bogor Barat
Wacana pemekaran wilayah barat Kabupaten Bogor sudah mengemuka sejak tahun 2000. Saat itu Forum Komunikasi Masyarakat Bogor Barat (FKMB2) paling vokal menyuarakan pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) Kabupaten Bogor Barat.
Bertahun-tahun disuarakan, aspirasi itu kemudian direspons pada tahun 2005 oleh Pemerintah Kabupaten Bogor, diawali dengan pelaksanaan seminar mengenai pengembangan wilayah.
Kemudian, tahun 2006 Pemkab Bogor mulai melakukan penelitian pengembangan wilayah. Berselang 1 tahun, September 2007, DPRD Kabupaten Bogor menerbitkan Surat Keputusan (SK) Nomor 12 Tahun 2007 tentang Persetujuan Pembentukan DOB Pemekaran Daerah Kabupaten Bogor.
Dalam keputusan tersebut ditentukan ada 14 kecamatan Kabupaten Bogor yang akan memisahkan diri dengan nama daerah Kabupaten Bogor Barat. Kecamatan tersebut adalah Dramaga, Ciampea, Tenjolaya, Cibungbulang, Pamijahan, Leuwiliang, Leuwisadeng, Nanggung, Cigudeg, Sukajaya, Jasinga, Tenjo, Parungpanjang, dan Rumpin.
Dari 14 Kecamatan dengan jumlah penduduk sebanyak 1.375.258 jiwa saat itu, diusulkan empat kecamatan yang akan menjadi ibu Kota, yakni Cigudeg, Jasinga, Leuwisadeng, dan Dramaga.
Tak sampai di situ, Pemkab Bogor dan DPRD mengeluarkan keputusan bersama terkait pembentukan Kabupaten Bogor Barat. Salah satu poinnya yaitu siap menggelontorkan dana selama 3 tahun berturut-turut ketika DOB itu mulai terbentuk. Besarannya Rp105 miliar, yang dikeluarkan setiap tahunnya sebesar Rp35 miliar.
DOB Kabupaten Bogor ini juga mendapat dukungan dari Provinsi Jawa Barat. Dalam keputusan bersama DPRD Provinsi dan Gubernur Jawa Barat, disebutkan akan ada pemberian dana penyelenggaraan pemerintahan dan penyelenggaraan pemilu sebesar Rp10 miliar.
Kabar terakhir, pada Desember 2020 Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil atau Kang Emil menyerahkan dokumen usulan pembentukan calon daerah persiapan Kabupaten Bogor Barat ke Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Otda Kemendagri).
Saat itu Kang Emil mengusulkan tiga daerah sekaligus untuk dimekarkan, yaitu Kabupaten Bogor Barat, Kabupaten Sukabumi Utara, dan Kabupaten Garut Selatan.
Juga diusulkan mekar
Belum selesai menjadikan 14 kecamatan wilayah barat menjadi DOB, Pemerintah Kabupaten Bogor kemudian menampung aspirasi masyarakat wilayah timur yang juga ingin wilayahnya menjadi DOB. Pemkab Bogor pun mulai melakukan kajian pemekaran sejak tahun 2017.
Usulan mengenai mengenai pemekaran tujuh kecamatan wilayah timur Kabupaten Bogor itu sejauh ini baru dibahas bersama DPRD Provinsi Jawa Barat. Tujuh kecamatan tersebut, yaitu Sukamakmur, Cariu, Tanjungsari, Jonggol, Cileungsi, Klapanunggal, dan Gunungputri.
Pemerintah Kabupaten Bogor pun sempat menghadapi dilema untuk mengusulkan pembentukan DOB Bogor Timur. Pasalnya, di wilayah tersebut terbilang banyak berkontribusi untuk pendapatan asli daerah (PAD).
Saat itu pendapatan asli daerah wilayah timur berada di peringkat tertinggi kedua setelah wilayah tengah Kabupaten Bogor. Pendapatan wilayah timur senilai Rp333,169 miliar. Jumlah tersebut di atas pendapatan wilayah barat yang senilai Rp103,76 miliar, sedangkan pendapatan wilayah tengah senilai Rp749,463 miliar.
Pendapatan terbesar wilayah timur ada pada Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar Rp159,138 miliar disusul oleh Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar Rp141,382 miliar, dan lain-lain.
Terganjal moratorium
Pemerintah hingga kini belum mencabut moratorium mengenai pemekaran daerah meski telah ada pembentukan tiga provinsi baru di Papua dan Papua Barat. Kebijakan tersebut memicu usulan DOB dari daerah-daerah lain.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), hingga September 2022 terdapat 329 usulan DOB. Usulan itu terdiri atas 55 provinsi, 247 kabupaten, dan 37 kota dari sejumlah daerah di 34 dari 37 provinsi yang ada di Indonesia. Hanya DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Bali yang tidak mengajukan usulan pemekaran daerah.
Moratorium pemekaran daerah ditetapkan sejak 2006. Namun, pemberhentian sementara pemekaran daerah itu tak sepenuhnya berjalan. Sepanjang 2012, pemerintah dan DPR sepakat untuk membentuk 12 DOB, termasuk pembentukan Provinsi Kalimantan Utara yang merupakan pemekaran dari Provinsi Kalimantan Timur.
Hasil evaluasi Kemendagri menyebutkan 70 persen DOB yang terbentuk sepanjang 1999-2009 dinilai gagal mencapai tujuan pemekaran. Pemekaran juga kerap menyisakan sengketa antardaerah, terutama terkait batas wilayah. Dari 57 DOB yang dibentuk pada 2007-2009 muncul 187 sengketa batas wilayah.
Pemekaran juga menambah beban keuangan Pemerintah Pusat. Data Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa pada tahun 1999 total Dana Alokasi Umum (DAU) yang ditransfer ke daerah Rp54,31 triliun. Sepuluh tahun kemudian (2009) setelah terbentuk 205 DOB, anggaran DAU melonjak tiga kali lipat hingga mencapai Rp167 triliun.
Sebelum ditetapkan menjadi DOB, seharusnya calon daerah baru melalui tahapan persiapan sesuai amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur bahwa daerah yang ingin dimekarkan harus melalui tahapan persiapan menjadi provinsi/kabupaten/kota administratif terlebih dahulu.
Selama 3 tahun akan dipersiapkan, mulai dari sarana dan prasarana pemerintahan, ibu kota, dan batas-batas wilayah serta potensi keuangan daerah. Dengan demikian, kelak daerah tersebut bisa menjadi daerah yang mandiri.
Wacana pembentukan Provinsi Bogor Raya sempat bergulir pada tahun 2019. Usulan itu disampaikan oleh Bupati Bogor Ade Yasin saat merespons permintaan Wali Kota Bima Arya untuk mengambil alih sebagian kecamatan yang ada di teritorial Kabupaten Bogor.
Saat itu, pertimbangan mengusulkan pembentukan itu karena Kabupaten Bogor akan melakukan pemekaran wilayah barat dan timur sehingga dinilai layak membentuk provinsi baru.
Namun, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil tidak sepakat. Kang Emil menilai pemekaran wilayah tingkat dua lebih penting ketimbang membentuk provinsi baru.
Pasalnya, urusan pelayanan publik sebagian besar berada di kabupaten dan kota sehingga pemekaran wilayah tingkat dua yang perlu didorong, bukan pembentukan provinsi.
Urgensi pemekaran memang untuk meningkatkan pelayanan publik, bukan mendirikan daerah-daerah kekuasaan baru.
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2022