Sutradara film tersebut, Shinichi Ise, dalam pernyataannya di Tokyo, Minggu, mengatakan bahwa film itu adalah hasil dari upayanya menelusuri film-film yang diproduksi oleh ayahnya semasa perang dan pendudukan Jepang di Indonesia.
“Hakikat dari ‘perang’ saya temui dalam perjalanan untuk merenungkan mendiang ayah saya,” kata dia.
Ayah Shinichi, Chonosuke Ise (1912-1973), dikenal sebagai penyunting film yang ikut memproduksi film-film propaganda yang membenarkan hegemoni Jepang di Asia.
Jepang pada saat itu menduduki berbagai kawasan di Asia dalam Perang Pasifik dengan dalih untuk membebaskan wilayah itu dari kolonialisme Eropa.
Chonosuke sempat dikirim untuk bekerja di perusahaan film Jepang di Jawa, Nihon Eigasha (Nichiei), sebagai reporter pada 1943-1945.
Shinichi mengaku mulai melakukan riset sambil mengikuti jejak sang ayah 30 tahun yang lalu.
Sekitar 130 film propaganda yang diproduksi oleh Chonosuke, kata Shinichi, ternyata disimpan dan dirawat di Arsip Audio Visual Belanda (the Netherlands Institute for Sound and Vision).
Shinichi mencoba menemukan hakikat dari perang di Indonesia dengan mencari karya-karya ayahnya.
“Saya ingin mendengarkan suara yang tidak pernah diungkap,” kata dia.
Film dokumenter “Masa Kini adalah Masa Lalu” (Ima wa Mukashi) diputar di Perpustakaan dan Museum Hibiya, Hibiya Convention Hall dalam Bahasa Jepang pada pukul 11.00 waktu setempat dan dengan terjemahan Bahasa Indonesia pada pukul 13.45 waktu setempat .
Shinichi juga menyutradarai berbagai film dokumenter, seperti "Nao-chan" (1995), "Entoko" (1999), "Piglet" (2002) dan "Grandma Taimagura" (2004) sebelum akhirnya memproduksi film “Masa Kini adalah Masa Lalu: Ayah, Jawa dan Film-Film Ilusi” (Ima wa Mukashi) pada 2021.
Baca juga: KBRI Tokyo imbau WNI di Jepang waspadai badai Nanmadol
Baca juga: Dubes: Tokyo Game Show perkuat profil industri digital Indonesia
Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2022