Aku melihat ini bisa menjadi peluang bisnis
Jakarta (ANTARA) - Pendiri “La Dame in Vanilla” Lidya Rinaldi membagikan cerita bahwa dirinya memulai bisnis ekstrak vanila justru ketika komoditas vanili di Indonesia berada di titik terendah, bahkan nyaris punah karena harga jual buah tersebut kala itu sangat murah sehingga petani enggan menanam.

“La Dame in Vanilla memulai bisnis usaha ini pada saat vanila Indonesia di titik terendah. Jadi La Dame in Vanilla seperti menghidupkan kembali vanila Indonesia. Walaupun kontribusi kami sedikit, tapi kami ada impact-nya,” kata Lidya dalam acara diskusi kreatif bersama komunitas Ibu Profesional yang tergabung dalam program Kedai Kreatif Susu Kental Manis Frisian Flag di Jakarta, Jumat.

Friaian Flag Indonesia (FFI) mengajak pelaku UMKM perempuan untuk terus meningkatkan produk dan layanannya kepada pelanggan di antaranya melalui program peningkatan kapasitas UMKM perempuan melalui program Kedai Kreatif Susu Kental Manis Frisian Flag yang telah berlangsung sejak awal 2022.

La Dame in Vanilla merupakan UMKM asal Bali yang mulai menjual ekstrak vanila untuk publik pada tahun 2016. Mulanya ia membuat ekstrak vanila hanya untuk konsumsi sendiri dan dibagikan kepada orang-orang, seperti kepada para tamu hotel di tempatnya bekerja kala itu. Mendapat respon yang baik, Lidya pun menyadari bahwa vanila memiliki nilai yang berharga.

Ia mulai menjual ekstrak vanila dengan bahan baku yang dibeli di pasar swalayan. Ketika usahanya mulai berjalan, Lidya malah menghadapi tantangan lain yaitu tidak tersedianya bahan baku di pasaran.

Baca juga: Kisah sukses UMKM warung setelah gabung platform digital

“Jadi saya bingung, sudah mulai ada yang beli, tahu-tahu bahan bakunya sudah nggak ada. Saya riset lagi, saya sampai telepon ke Dinas Pertanian, dia bilang nggak ada lagi yang jual vanila,” cerita Lidya.

Mulai dari sana, Lidya pun berinisiatif untuk mencari para petani yang memiliki pengalaman menanam vanila dan berusaha untuk membujuk mereka agar mau bekerja sama sehingga ekstrak vanila La Dame in Vanilla tetap dapat diproduksi.

Mencari petani vanila untuk mau bekerja sama dengannya bukan hal yang mudah sebab saat itu para petani enggan untuk menanam kembali mengingat harga jual buah vanili yang rendah. Salah satu tantangan terbesar, kata Lidya, bagaimana meyakinkan mereka untuk bekerja sama dengannya karena kebanyakan pihak yang mendatangi petani vanili biasanya dari kalangan tengkulak atau orang asing.

“Saya juga nggak mau menjanjikan apa-apa ke petani. Saya cuma bilang, ‘Oke kita coba. Kita akan sama-sama, Pak. Bapak tanam (vanila) karena saya nggak bisa menanam dan saya nggak ngerti. Begitu ada hasilnya, saya bisa memproses dan saya bisa menjualnya,” katanya.

Kini telah banyak petani vanila yang bermitra dengan La Dame in Vanilla yang tersebar di 10 titik di Indonesia, seperti Bali, Jawa Timur, Jawa Barat, hingga Sulawesi. Namun, Lidya mengatakan pihaknya fokus membangun kerja sama dengan petani Bali mengingat basis produksi La Dame in Vanilla berada di daerah tersebut.

“Aku melihat ini bisa menjadi peluang bisnis. Dengan aku jadikan ini peluang bisnis, aku bisa memberikan peluang yang lebih banyak lagi kepada para petani yang tadinya sudah (menyerah), vanila kita itu benar-benar sudah hampir punah,” kata Lidya.

Ia menambahkan bahwa masih banyak petani yang belum memahami proses menanam vanila yang baik, kebanyakan hanya asal menanam, memanen, dan mengeringkan. Lidya menekankan bahwa proses menanam yang baik dan melewati proses panjang akan menghasilkan vanila yang berkualitas.

Baca juga: Afterbreak, kisah sukses startup kuliner lobster lewati pandemi

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2022