Pertumbuhan, perbedaan kebijakan antara AS dan China dapat terus mendukung dolar/yuan dalam beberapa bulan ke depan, sekalipun beberapa kemunduran terlihat sebentar-sebentar

Singapura (ANTARA) - Dolar melayang di dekat level puncak baru-baru ini di sesi Asia pada Jumat sore, karena ekspektasi bahwa Federal Reserve (Fed) perlu menaikkan suku bunga lebih banyak untuk menjinakkan inflasi mengirim imbal hasil obligasi pemerintah AS lebih tinggi dan mempertahankan permintaan greenback.

Dolar yang menjulang mendorong yuan di pasar luar negeri melewati ambang kritis 7 per dolar untuk pertama kalinya dalam lebih dari dua tahun semalam, dengan yuan mencapai palung 7,035 di perdagangan Asia.

Unit China di pasar domestik juga memecahkan level kunci segera setelah pasar dibuka pada Jumat, dan terakhir diperdagangkan 7,0095 per dolar.

Data pada Jumat menunjukkan ekonomi China secara mengejutkan tangguh pada Agustus, dengan output pabrik dan penjualan ritel bulan lalu keduanya tumbuh lebih besar dari yang diperkirakan. Tapi kemerosotan properti yang semakin dalam membebani prospek.

"Pertumbuhan, perbedaan kebijakan antara AS dan China dapat terus mendukung dolar/yuan dalam beberapa bulan ke depan, sekalipun beberapa kemunduran terlihat sebentar-sebentar," kata analis di Maybank, yang mencatat beberapa "kejutan positif" dalam rilis data China.

Baca juga: Yuan anjlok 188 basis poin, menjadi 6,9116 terhadap dolar AS

Sering digunakan sebagai proksi likuid untuk yuan, dolar Aussie mencapai level terendah dua bulan di 0,6685 dolar AS, sebelum menguat kembali 0,28 persen menjadi 0,67195 dolar AS. Kiwi juga turun menjadi 0,5956 dolar AS, level terendah sejak Mei 2020, dan terakhir naik 0,23 persen menjadi 0,5979 dolar AS.

Euro naik 0,05 persen menjadi 0,99995 dolar, sementara sterling melemah 0,03 persen menjadi 1,1468 dolar.

Pedagang sekarang akan mengalihkan fokus mereka ke serangkaian pertemuan kebijakan moneter oleh The Fed, Bank Sentral Jepang (BOJ), dan Bank Sentral Inggris (BOE) minggu depan, dengan Fed di tengah panggung.

Imbal hasil obligasi AS naik setelah data yang dirilis semalam menunjukkan penjualan ritel AS secara tak terduga rebound pada Agustus, sementara laporan terpisah dari Departemen Tenaga Kerja menunjukkan klaim awal untuk tunjangan pengangguran negara itu turun 5.000.

Imbal hasil obligasi pemerintah AS dua tahun, penentu ekspektasi suku bunga, mencapai puncak baru 3,901 persen pada Jumat, tertinggi sejak 2007. Dana The Fed berjangka menunjukkan peluang 75 persen untuk kenaikan suku bunga 75 basis poin pada pertemuan minggu depan dan 25 persen kemungkinan peningkatan 100 basis poin.

Baca juga: Dolar menguat tajam, inflasi panas AS picu Fed naikkan bunga agresif

Ini bisa memicu rasa sakit lebih lanjut untuk yen Jepang yang babak belur, yang telah menjadi korban dari greenback yang melonjak dan perbedaan suku bunga yang melebar.

Tetapi tiga sumber yang akrab dengan pemikiran BOJ mengatakan bank sentral tidak berniat menaikkan suku bunga atau mengubah pedoman kebijakan dovish untuk menopang yen.

Dolar 0,09 persen lebih rendah terhadap yen di 143,36, tetapi tetap di jalur untuk kenaikan mingguan kelima berturut-turut.

"Penguatan dolar akan bertahan, setidaknya dalam waktu dekat. Dua faktor utama yang mendukung dolar AS masih ada, jadi kami memiliki perkiraan pasar yang sangat hawkish untuk FOMC ... mendapat prospek pertumbuhan global yang memburuk ini," kata Carol Kong, rekanan senior untuk ekonomi internasional dan strategi mata uang di Commonwealth Bank of Australia.

"Selama prospek ekonomi global masih lemah, dolar AS dapat tetap kuat dan mungkin sedikit lebih tinggi."

Indeks dolar AS menguat di 109,69, mendekati puncak dua dekade di 110,79.

Baca juga: Dolar menuju tertinggi 24 tahun terhadap yen setelah rilis inflasi AS

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022