Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Darud Da'wah Wal Irsyad (PB DDI) KH Muhammad Suaib Tahir L MA PhD memandang miris terkait penyempitan makna yang dilakukan oleh kelompok radikal terkait ungkapan "Al Wala’ Wal Bara".

"Nah kesalahan sebagian orang adalah karena makna ini diartikan secara terbatas. Kenapa? Karena sesungguhnya kita juga memang harus loyal kepada agama kita, tetapi dalam arti bukan berarti bahwa kita harus memusuhi yang lain,” kata Kiai Suaib dalam rilis BNPT yang diterima di Jakarta, Kamis.

Kelompok radikal, masih begitu gencar membawa semacam doktrin "Al Wala’ Wal Bara"’ sebagai legitimasi pembenar ajaran (eksklusifisme), di mana umat Islam hanya boleh loyal atau bersaudara sesama umat Islam "Al Wala" (loyalitas) sesama umat Islam dan terhadap yang non-muslim harus bersikap "Wal Bara" (melepas diri) atau bermusuhan.

Baca juga: Kepala BNPT: Pekerja Migran Indonesia rentan terpapar terorisme

Suaib Tahir menjelaskan sejatinya ungkapan tersebut memiliki makna yang mulia untuk tuntunan umat agar loyal memperjuangkan kebaikan bersama, terlepas dari perbedaan suku, ras, dan agama.

"Nah kesalahan sebagian orang adalah karena makna ini diartikan secara terbatas. Kenapa? Karena sesungguhnya kita juga memang harus loyal kepada agama kita, tetapi dalam arti bukan berarti bahwa kita harus memusuhi yang lain,” ujar Kiai Suaib.

Dirinya melanjutkan, "Al Wala’ dan Wal Bara"’ sendiri berasal dari bahasa Arab. "Al Wala" artinya loyalitas, sedangkan "Wal Bara" memiliki makna melepaskan diri. Artinya, sebagai Muslim harus loyal kepada umat Islam dan tidak boleh loyal kepada mereka yang bukan Muslim.

"Istilah ini begitu populer ketika keruntuhan kekhilafan Islam atau pada pasca-penyerangan Mongolia ke negara-negara Islam di Timur Tengah pada saat itu, Kemudian kemunculan penguasa baru pada saat itu, menimbulkan pertanyaan di masyarakat apakah mereka (penguasa) merepresentasikan Islam, dan apakah harus loyal kepada pemerintah,” jelasnya.

Dosen Pasca Sarjana di Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran (PTIQ) Jakarta ini mengatakan bahwa justru dewasa ini ungkapan tersebut menjadi doktrin negatif yang mendominasi banyak kelompok radikal.

"Mereka memandang 'Al Wala’ Wal Bara’ itu hanya semata-mata untuk orangnya saja, untuk orang Muslim saja. Kalau yang bukan Muslim itu tidak bisa loyal bahkan mengganggu dan mengancam orang lain karena menganggap Itu bukan bagian dari mereka, itu adalah suatu kekeliruan tentang memaknai 'Al Wala’ Wal Bara’,” tutur Kiai Suaib.

Padahal di dalam ajaran Islam sendiri, tidak ada batasan dalam pergaulan karena sejatinya manusia memiliki hubungan hak dan kewajiban dengan manusia lainnya, terlebih dalam hal yang bersifat kepentingan umum.

Suaib juga menjawab terkait kontradiksi antara makna ungkapan "Al Wala’ Wal Bara" dengan konsep Islam yang rahmatan lil alamin, dimana Islam dan umat Muslim sejatinya memberikan kemanfaatan bagi orang lain dan alam semesta.

"Kalau dimaknai secara keliru tentunya itu bertentangan. Jadi kalau ada orang mengatakan saya hanya bisa baik terhadap sesama orang Muslim, itu pasti bertentangan dengan konsep 'rahmatan lil alamin'. Tetapi kalau dia memaknai loyalitas itu adalah untuk kebaikan dan kemanfaatan ya itu tidak masalah,” jelas Kiai Suaib.

Baca juga: BNPT: LPOI berperan penting dalam glorifikasi moderasi beragama
Baca juga: BNPT tegaskan penyintas terorisme merupakan kewajiban negara

Pewarta: Joko Susilo
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2022