Pengadilan memutuskan bahwa penolakan Prancis untuk merepatriasi perempuan dan anak-anak itu melanggar hak warga untuk memasuki negaranya sendiri.
Para orang tua kedua perempuan itu berjuang di Pengadilan HAM Eropa di Strasbourg setelah Prancis menolak mengizinkan anak dan cucu mereka kembali ke tanah airnya.
Kedua perempuan itu beserta anak-anak mereka kini ditahan di kamp Kurdi di Suriah.
Baca juga: Presiden Rusia, Prancis saling tuding soal keamanan PLTN Ukraina
Keluarga berdalih penahanan yang panjang di Suriah membuat mereka terancam mendapat perlakuan tak manusiawi dan merendahkan martabat, serta melanggar hak untuk menjalani kehidupan berkeluarga.
Prancis telah lama menolak seruan dari kelompok-kelompok HAM untuk merepatriasi perempuan yang bergabung dengan kelompok bersenjata ISIS.
Pemerintah negara itu menganggap mereka sebagai "petempur" yang harus diadili di tempat di mana mereka dituduh melakukan kejahatan.
Prancis pada Juli melakukan repatriasi massal warga negara Prancis yang ditahan di Suriah, memulangkan 16 wanita dan 35 anak-anak, beberapa di antaranya yatim piatu, dengan pesawat sewaan.
Baca juga: Prancis dan Jerman berjanji bersatu mendukung ekonomi lawan inflasi
Langkah itu melanggar kebijakan Prancis untuk memulangkan anak-anak tanpa ibu mereka secara kasus per kasus.
Kelompok-kelompok HAM mengatakan sekitar 75 perempuan Prancis dan 160 anak-anak masih berada di kamp-kamp tahanan Suriah.
Mereka adalah bagian dari 40 ribu lebih warga asing, sebagian besar asal Irak, yang ditahan, menurut Human Rights Watch.
Sumber: Reuters
Baca juga: Kabar terkini: Pasukan Ukraina mulai rebut kembali kendali dari Rusia
Baca juga: Menlu Rusia Lavrov diberi visa AS untuk hadiri Sidang Umum PBB
Penerjemah: Anton Santoso
Editor: Fardah Assegaf
Copyright © ANTARA 2022