(Penjualan) bukanlah kejutan mengingat reli berjalan hingga data (inflasi)

New York (ANTARA) - Wall Street jatuh ke kerugian terbesar dalam dua tahun pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), menyusul aksi jual luas setelah laporan inflasi yang lebih panas dari perkiraan menghancurkan harapan bahwa Federal Reserve (Fed) dapat mengalah dan mengurangi pengetatan kebijakannya dalam beberapa bulan mendatang.

Ketiga indeks saham utama AS merosot tajam, menghentikan kenaikan beruntun empat hari dan mencatat persentase penurunan satu hari terbesar sejak Juni 2020 selama pergolakan pandemi COVID-19.

Indeks Dow Jones Industrial Average terjun 1.276,37 poin atau 3,94 persen, menjadi menetap di 31.104,97 poin. Indeks S&P 500 terjungkal 177,72 poin atau 4,32 persen, menjadi berakhir di 3.932,69 poin. Indeks Komposit Nasdaq anjlok 632,84 poin atau 5,16 persen, menjadi ditutup di 11.633,57 poin.

Semua 11 sektor utama S&P 500 mengakhiri sesi jauh di wilayah negatif. Sektor jasa-jasa komunikasi, konsumer non-primer dan teknologi semuanya anjlok lebih dari 5,0 persen, sementara sektor semikonduktor subset teknologi merosot 6,2 persen.

Baca juga: Saham Inggris berbalik melemah, Indeks FTSE 100 anjlok 1,17 persen

Sentimen risk-off (penghindaran risiko) yang melonjak menarik setiap sektor utama jauh ke dalam wilayah negatif, dengan teknologi yang sensitif terhadap suku bunga dan pemimpin pasar yang berdekatan dengan teknologi, dipimpin oleh Apple Inc, Microsoft Corp dan Amazon.com Inc tertekan sangat berat.

"(Penjualan) bukanlah kejutan mengingat reli berjalan hingga data (inflasi)," kata Manajer Portofolio Kingsview Asset Management, Paul Nolte, di Chicago.

Indeks Harga Konsumen (IHK) Departemen Tenaga Kerja berada di atas konsensus, mengganggu tren pendinginan dan menghapus harapan The Fed dapat mengalah setelah September dan mengurangi kenaikan suku bunganya.

Baca juga: Dolar menguat tajam, inflasi panas AS picu Fed naikkan bunga agresif

IHK inti, yang menghapus harga makanan dan energi yang bergejolak, meningkat lebih dari yang diperkirakan, naik menjadi 6,3 persen pada Agustus dari 5,9 persen pada Juli.

Laporan tersebut menunjukkan "inflasi yang sangat persisten dan itu berarti The Fed akan tetap terlibat dan menaikkan suku bunga," tambah Nolte. "Dan itu adalah kutukan bagi ekuitas."

Pasar keuangan telah sepenuhnya memperkirakan kenaikan suku bunga setidaknya 75 basis poin pada akhir pertemuan kebijakan FOMC minggu depan, dengan probabilitas 32 persen dari kenaikan ukuran super, persentase poin penuh ke target suku bunga dana Fed, menurut alat FedWatch CME.

Baca juga: Harga emas anjlok 23,2 dolar, dipicu dolar kuat pascainflasi AS tinggi

"The Fed telah meningkatkan (suku bunga) tiga poin persentase penuh dalam enam bulan terakhir," kata Nolte. "Kami belum merasakan dampak penuh dari semua kenaikan itu. Tapi kami akan merasakannya."

"Kami berada di ambang pintu resesi."

Kekhawatiran tetap ada bahwa periode pengetatan kebijakan yang berkepanjangan dari The Fed dapat mengarahkan ekonomi ke ambang resesi. Pembalikan imbal hasil pada obligasi pemerintah AS dua dan 10-tahun, dianggap sebagai bendera merah dari resesi yang akan datang, semakin melebar.

Volume transaksi di bursa AS mencapai 11,58 miliar saham, dibandingkan dengan rata-rata 10,33 miliar selama 20 hari perdagangan terakhir.

Baca juga: Saham Jerman setop kenaikan, Indeks DAX 40 jatuh 1,59 persen
Baca juga: Saham Prancis dilanda ambil untung, Indeks CAC 40 anjlok 1,39 persen

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022