Jakarta (ANTARA) - Vice President Corporate Communications Telkomsel Saki Hamsat Bramono menilai bahwa industri game Indonesia memiliki potensi besar untuk berkembang lebih jauh lagi.
Menurut Saki, dalam temu media di Jakarta, Selasa, hal ini senada dengan ekonomi kreatif yang memiliki segmen luas, serta perkembangan ekonomi digital yang dinamis, baik di Indonesia maupun dunia.
"Indonesia diprediksi akan menjadi negara dengan ekonomi digital terbesar di dunia. Kita tentu tidak ingin menjadi penonton, dan industri gaming di Indonesia juga sangat besar potensinya. Sehingga, kita bukan hanya menjadi user dan konsumen, tapi juga menjadi kreator, developer, bahkan publisher (game)," kata Saki.
Pada tahun 2021, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate menyampaikan bahwa Indonesia merupakan pangsa pasar game terbesar di Asia Tenggara dan menduduki peringkat 16 di dunia.
"Pada tahun 2020, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menyampaikan, bahwa industri game di Indonesia berhasil menyumbang Rp24,88 triliun atau 2,19 persen kontribusi dari total PDB nasional," kata Johnny pada 20 November 2021.
Ia menambahkan, menurut laporan yang diperoleh, di level global tahun 2021, valuasi industri game di dunia saat ini telah mencapai nilai sebesar 300 miliar dolar AS atau sekitar Rp4,2 kuadriliun.
Presiden Asosiasi Game Indonesia (AGI) Cipto Adiguno juga mengatakan, Indonesia merupakan pasar game terbesar nomor satu untuk mobile dan kedua pada platform PC di Asia Tenggara, dengan revenue hingga 1,7 miliar dolar AS atau sekitar Rp24,2 triliun setiap tahunnya.
Di sisi lain, Saki mengatakan Telkomsel melalui program inkubasi untuk perusahaan rintisan (startup) teknologi NextDev 2022 juga ingin membantu startup game untuk berkembang lebih jauh dan mendukung potensi besar tersebut.
"Track ini saya harap banyak peminatnya, dan kita semua bisa bersama-sama manfaatkan ekosistem Telkomsel untuk mengembangkan startup game ini," kata dia.
Saat ditanya apakah ada hal yang masih menjadi tantangan bagi startup secara umum untuk dapat naik kelas, Saki mengatakan, salah satunya adalah terkadang pegiat startup melupakan fundamental bisnis agar usahanya bisa berkelanjutan.
"Fundamental bisnis adalah hal yang penting. Banyak startup yang mungkin lupa atau hanya melihat success story dari pendahulunya yang terlihat mudah. Padahal, mungkin saja bisnisnya secara fundamental mungkin tidak bagus," kata Saki.
"Ada pula business ethics, yang juga tidak bisa dilupakan. Jangan hanya bicara soal investasi, atau revenue saja, tapi etika bisnis juga penting agar mereka tahu bagaimana berbisnis dengan benar, dan diharapkan mampu berkelanjutan," ujarnya melanjutkan.
Baca juga: Telkomsel gelar program inkubasi "startup" NextDev 2022
Baca juga: Analis yakin bisnis menara Mitratel tetap moncer meski BBM naik
Baca juga: Telkomsel bawa robot "Uu" berteknologi 5G di DEWG keempat
Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2022