Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) menyebutkan Orkestra G20 di Borobudur menjadi cara Indonesia menyuarakan harmonisasi di dalam budaya melalui musik.

“Orkestra G20 terdiri atas 70 orang musisi dari negara G20, berhasil mengilustrasikan harmonisasi dalam kerjasama antar negara dalam menghasilkan sebuah simfoni yang merdu, yang mengartikan kolaborasi budaya adalah sesuatu hal yang tidak mustahil dilakukan,” ujar Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim dalam keterangan tertulisnya, Selasa.

Adapun Orkestra G20 Borobudur dipimpin oleh konduktor Indonesia Eunice Tong dengan pengawasan dari pianis terkemuka di Tanah Air yaitu Ananda Sukarlan.

Orkestra G20 disiapkan mempromosikan nilai-nilai mulia tentang harmoni dan keselarasan yang dapat diciptakan melalui kolaborasi negara G20 dalam sektor budaya, serta menggambarkan keragaman budaya dunia.

Sebagai pagelaran orkestra pertama dan menjadi salah satu inisiatif Indonesia dalam Presidensi G20, acara orkestra ini berhasil memanjakan indera para penikmatnya.

Baca juga: Lagu rock Isyana Sarasvati punya napas baru di konser orkestra

Dengan mengusung tema presidensi G20 bidang Kebudayaan, yakni "Jalur Budaya untuk Kehidupan Berkelanjutan" (Culture Path for Sustainable Living) pagelaran Orkestra G20 ini berlangsung di area Aksobya di halaman Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah.

Keindahannya pun ditambah lewat latar belakang para musisi yang beragam budaya membuat keberadaan Orkestra G20 semakin istimewa.

“Nilai-nilai yang disuarakan melalui G20 Orchestra antara lain: bhinneka tunggal ika (Unity in diversity), kesetaraan gender (gender diversity), gerakan anti-kekerasan, dukungan dan pemberdayaan penyandang disabilitas, dan persatuan negara-negara G20 dengan semangat "Recover Together, Recover Stronger," ujar Nadiem.

Orkestra G20 ini memiliki sejumlah keunikan yang dihadirkan untuk para delegasi, salah satunya adalah kesetaraan gender.

Dalam pagelaran ini komposisi penampil acara disiapkan berjumlah rata antara musisi perempuan dan musisi laki-laki.

Penampilan para musisi dalam ajang Orkestra G20 di Borobudur menggunakan pakaian adat. (ANTARA/HO)

Ajang ini juga turut memberikan kesempatan bagi penyandang disabilitas untuk tampil dalam Orkestra G20.

Keunikan berikutnya adalah bahwa kursi penampil orkestra juga diisi oleh para musisi muda berbakat yang berusia di bawah 30 tahun.

Nadiem mengungkapkan bahwa langkah tersebut merupakan sebuah bentuk pelaksanaan semangat kebaruan dan keberlanjutan dalam bidang seni budaya.

“Maka penampilan Orkestra G20 tidak hanya indah untuk didengarkan, namun juga indah untuk dihayati keberadaannya, karena sarat dengan nilai-nilai keberagaman yang ternyata dapat berpadu harmonis dalam suatu irama,” tutup Nadiem.

Senada dengan pernyataan tersebut, pianis dan komposer kelas dunia, Ananda Sukarlan sebagai pemimpin dari Orkestra G20 mengapresiasi para pihak yang telah terlibat dalam pagelaran ini.

Ia bahkan menyebutkan bahwa pagelaran Orkestra G20 di Borobudur sebagai salah satu pertunjukan orkestra teristimewa di dunia.

“Ini adalah orkes dengan diversitas yang paling besar di dunia terdiri atas musisi dari negara-negara anggota G20 dengan berbagai latar belakang budaya. Keberagaman adalah isu yang paling penting, namun (dalam Orkestra G20) kita semua menjadi seragam dalam satu orkestra yang utuh, karena keseragaman kita adalah keberagaman,” kata Ananda.

Setelah sukses dihelat di Indonesia, Nadiem secara simbolis menyerahkan keberlanjutan Orkestra G20 atau G20 Orchestra kepada India yang akan memimpin G20 di 2023.

Ia memberikan baton konduktor kepada Menteri Kebudayaan India Shri Arjun Ram.

Baca juga: Orkestra G20: Warisan Indonesia untuk sejarah musik klasik dunia

Baca juga: G20 Orchestra usung kolaborasi hingga kesetaraan gender

Baca juga: G20 Orchestra, yang terbaik dari dunia berkumpul di Indonesia

Pewarta: Livia Kristianti
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2022