Saksi ini dikonfirmasi penyidik soal pengetahuan para saksi adanya dugaan intervensi Wali Kota Yogyakarta dan pihak lainnya.
Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti (HS) mengintervensi dalam setiap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta.
KPK mendalami hal tersebut melalui pemeriksaan saksi Kepala Bagian Layanan Pengadaan Kota Yogyakarta Joko Budi Prasetyo untuk tersangka HS dan kawan-kawan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (12/9), dalam penyidikan kasus dugaan suap pengurusan perizinan di wilayah Pemkot Yogyakarta.
"Saksi ini dikonfirmasi penyidik soal pengetahuan para saksi adanya dugaan intervensi Wali Kota Yogyakarta dan pihak lainnya dalam setiap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkot Yogyakarta," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, di Jakarta, Selasa.
Selain itu, KPK juga memeriksa dua saksi lainnya dalam penyidikan kasus tersebut, yakni GM Hotel Pesonna Malioboro Joko Suparno Widiyanto, dan pihak swasta Tomy Galih Prasetyo alias Tomy Sudjiro.
Ali mengatakan tim penyidik mengonfirmasi pengetahuan dua saksi itu mengenai pengurusan perizinan yang diduga ada transaksional dengan oknum di Pemkot Yogyakarta.
KPK juga memanggil seorang saksi lainnya, yaitu Daniel Feriyanto selaku pihak swasta. Namun, ia tidak memenuhi panggilan tanpa mengonfirmasi.
"Kami ingatkan agar saksi kooperatif hadir memenuhi panggilan tim penyidik KPK pada kesempatan panggilan berikutnya," ujar Ali.
KPK telah menetapkan HS bersama dua orang lainnya sebagai tersangka penerima suap, yakni Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Yogyakarta Nurwidhihartana (NWH), dan Triyanto Budi Yuwono (TBY) sekretaris pribadi merangkap ajudan HS.
Sementara, pemberi suap ialah Oon Nusihono (ON) selaku Vice President Real Estate PT Summarecon Agung (SA) Tbk yang saat ini sudah berstatus terdakwa dan dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Yogyakarta.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan pada tahun 2019 tersangka ON, melalui Dandan Jaya Kartika selaku Direktur Utama PT Java Orient Property (JOP), anak perusahaan PT SA, mengajukan permohonan izin mendirikan bangunan (IMB) dengan mengatasnamakan PT JOP untuk pembangunan apartemen Royal Kedhaton di kawasan Malioboro. Pembangunan apartemen tersebut masuk dalam wilayah cagar budaya di Pemkot Yogyakarta.
Permohonan izin berlanjut di 2021, dimana ON dan Dandan Jaya diduga melakukan pendekatan dan komunikasi secara intens serta membuat kesepakatan dengan HS yang saat itu menjabat sebagai Wali Kota Yogyakarta periode 2017-2022.
KPK menduga ada kesepakatan antara ON dan HS, di antaranya HS berkomitmen akan selalu mengawal permohonan IMB tersebut dengan memerintahkan Kadis PUPR, agar segera menerbitkan IMB yang dilengkapi dengan pemberian sejumlah uang selama pengurusan izin berlangsung.
Selama penerbitan IMB itu, KPK menduga terjadi penyerahan uang secara bertahap dengan nilai minimal sekitar Rp50 juta dari ON untuk HS melalui tersangka TBY dan untuk tersangka NWH. Pada tahun 2022, IMB pembangunan apartemen Royal Kedhaton yang diajukan PT JOP akhirnya terbit.
Selanjutnya, ON datang ke Yogyakarta untuk menemui HS di rumah dinas jabatan wali kota dan menyerahkan uang sekitar 27.258 dolar AS yang dikemas dalam "goodie bag" melalui TBY, sebagai orang kepercayaan HS. Sebagian uang tersebut juga diberikan untuk NWH.
Dalam pengembangan kasus itu, KPK juga telah menetapkan Dandan Jaya Kartika (DJK) sebagai tersangka pemberi dalam kasus itu.
Baca juga: KPK masih kumpulkan bukti terkait kasus suap Haryadi Suyuti
Baca juga: KPK panggil empat saksi kasus suap perizinan di Pemkot Yogyakarta
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2022