Kita lihat apakah itu realistis atau tidak

Mataram (ANTARA) - DPRD Nusa Tenggara Barat masih mengkaji usulan Komisi Pemilihan Umum terkait rancangan anggaran untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur tahun 2024 yang jumlahnya mencapai Rp377 miliar.

"Itu kan baru usulan, nanti pasti akan dikaji lagi," kata Wakil Ketua DPRD NTB, Muzihir di Mataram, Senin.

Apakah usulan tersebut realistis atau tidak, menurut Muzihir tidak menjadi soal. Karena bagaimana pun rancangan anggaran yang diajukan KPU NTB tersebut baru berupa usulan.

"Usulan itu kan biasa, namanya juga baru usulan. Kita lihat apakah itu realistis atau tidak, kan juga belum diputuskan," ujarnya.

Muzihir mengakui secara angka-angka usulan anggaran Pilkada serentak yang diajukan KPU NTB kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB cukup berat di tengah kondisi APBD seperti saat ini. Namun, bukan berarti anggaran tersebut jumlahnya akan sama sebesar seperti itu.

"Artinya tidak mesti diputuskan segitu Rp377 miliar. Karena nanti bisa saja berkurang. Pasti nanti ada jalan keluarnya, karena bagaimana pun, Pilkada ini sehingga kita harus sukseskan," ucap Muzihir.

Ia menambahkan kendati saat ini anggaran keuangan daerah terbebani dengan masih adanya hutang 2021 dibayarkan pada 2022, namun dirinya optimis hutang tersebut bisa terbayar, sehingga di APBD 2023 tidak ada lagi sisa hutang.

"Kita berharap hutang-hutang yang ada di tahun jamak ini bisa terbayarkan, sehingga di 2023, kita tidak terbebani dengan hutang lagi," katanya.

Sebelumnya KPU NTB mengusulkan draf rancangan anggaran untuk Pilgub pada 2024 mencapai Rp377 miliar.

Sekretaris KPU NTB, Mars Ansori Wijaya mengatakan saat ini rancangan anggaran untuk Pilgub pada 2024 sudah selesai dikerjakan dan diserahkan kepada Gubernur NTB, Zulkieflimansyah.

Secara angka, kata Ansori, rancangan anggaran Pilgub NTB ini cukup fantastis, yakni mencapai Rp377 miliar. Jumlah ini lebih besar dari rancangan anggaran Pilgub NTB pada 2018 silam yang jumlahnya mencapai Rp230 miliar.

"Tapi hasil pembahasan Rp188 miliar yang disetujui TAPD. Setelah di shering tiga kabupaten dan kota yang bersama melaksanakan Pilkada, yakni Lombok Barat, Lombok Timur, dan Kota Bima serta Pilgub NTB maka angka Rp188 miliar itu kemudian kembali menurun menjadi Rp167 miliar. Dan Itulah kemudian yang kita gunakan untuk anggaran Pilgub 2018," terangnya.

Ada beberapa alasan rancangan anggaran untuk Pilgub 2024, lebih besar dari rancangan anggaran Pilgub NTB 2018. Pertama, karena rancangan anggaran Pilgub NTB ini digelar dalam suasana masih pandemi COVID-19, sehingga ini berpengaruh kepada pengadaan sejumlah fasilitas, seperti alat pelindung diri (APD), biaya kesehatan penyelenggara seperti tes kesehatan COVID-19 dan pembelian vitamin.

Dasarnya adalah keputusan KPU RI Nomor 444/HK.03.1-Kpt/01/KPU/IX/2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Keputusan KPU Nomor 1312/HK.03.01-Kpt/01/KPU/VIII/2019 tentang Standar dan Petunjuk Teknis Penyusunan Anggaran Kebutuhan Barang/Jasa dan Honorarium Penyelenggara Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2020.

"Dan untuk saat ini, keputusan itu belum dihapuskan. Tapi seandainya pemerintah memutuskan bahwa Pilkada dan Pilgub ini digelar tidak dalam masa pandemi, maka anggaran untuk pandemi itu akan dikeluarkan, sehingga itu bisa jadi berkurang," ucapnya.

Selain karena anggaran Pilgub NTB digelar dalam suasana masih pandemi COVID-19, kedua jumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS) juga bertambah. Di mana pada Pilgub 2018, jumlah TPS 8.336 maka di Pilgub 2024 jumlahnya menjadi 8.787 TPS.

"Memang itu (TPS, red) menjadi elemen peningkatan terbesar juga tapi itu belum disepakati. Bisa saja nanti jumlah TPS itu juga akan berkurang," ujar Ansori Wijaya.

Ketiga lanjut Ansori Wijaya, yang membuat anggaran tersebut begitu besar, yakni honor untuk badan-badan adhoc, seperti Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) semakin bertambah. Dasarnya adalah surat keputusan Menteri Keuangan Nomor S-647/MK.02/202 perihal Satuan Biaya Masukan Lainnya (SBML) untuk Tahapan Pemilihan Umum dan Tahapan Pemilihan.

"Jadi, yang buat ini juga besar adalah biaya untuk honor badan adhoc. Ini juga mempengaruhi karena badan adhoc itu bertambah berdasarkan SK Menkeu. Berlaku untuk Pemilu dan Pilkada. Contoh kalau dulu Rp1,5 juta sekarang jadi Rp2,5 juta. Tapi ini juga berdasarkan kemampuan daerah sehingga itu bisa saja berkurang," ucapnya.

"Belum lagi kalau nanti karena masih suasana pandemi, biaya-biaya rapat akan dilakukan dengan zoom meeting sehingga itu menambah lagi biaya. Tapi kita berharap tidak, sehingga nanti rapat-rapat bisa dilakukan bertemu langsung," sambung Ansori Wijaya.

Meski demikian, pihaknya berharap Pilgub NTB ini tidak digelar dalam suasana pandemi COVID-19, sehingga jika seperti itu biaya untuk pilkada bisa dikurangi.

"Mudah-mudahan kita tidak lagi dalam masa pandemi sehingga itu bisa dikurangi," katanya.
Baca juga: Kajati NTB minta tersangka korupsi BLUD buktikan jaksa menerima uang
Baca juga: DPW PPP NTB solid dukung kepemimpinan Ketum Mardiono
Baca juga: Oknum polisi tersangka narkoba ajukan gugatan praperadilan Kapolda NTB

Pewarta: Nur Imansyah
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2022