Yogyakarta (ANTARA News) - Peluang ekspor vanili Indonesia di pasar internasional sangat terbuka sehingga pengembangan komoditas tersebut perlu digalakkan kembali. "Permintaan akan vanili di pasar internasional cukup besar setiap tahun," kata dosen Fakultas Pertanian Universitas Wangsa Manggala Dr Ir Bambang Nugroho MP di Yogyakarta, Senin. Ia mengatakan, Amerika, Perancis, dan Jerman merupakan negara pengimpor utama polong vanili dengan permintaan rata-rata 3.000 ton per tahun. Permintaan vanili yang cukup besar itu merupakan peluang yang dapat dimanfaatkan Indonesia, apalagi vanili negeri ini dikenal mempunyai mutu yang lebih baik dibandingkan dengan negara lain, di samping harganya cukup tinggi. Pada 2004, harga vanili Indonesia dengan mutu rendah di pasar internasional tercatat 130 dolar AS per kilogram (kg), sedangkan harga vanili mutu terbaik asal Madagaskar hanya 50 dolar AS per kg. "Melihat nilai ekonomi yang cukup tinggi dan peluang pasar internasional yang sangat terbuka itu, pengembangan vanili Indonesia perlu digalakkan kembali," katanya. Namun, menurut dia, dalam pengembangan vanili, kendala yang mungkin terjadi perlu diantisipasi secara dini. Salah satu kendala itu adalah penyakit busuk batang vanili (BBV) yang disebabkan jamur `fusarium oxysporum fsp vanillae`. Penyakit itu merupakan penyakit terpenting pada vanili dan menjadi penyebab utama kemunduran pertanaman vanili di Indonesia sejak 1970-an, dan sudah tersebar di hampir semua daerah penanaman vanili. Penyakit BBV menyebar dengan cepat melalui penggunaan stek vanili yang digunakan sebagai bahan tanam. "Penyebaran itu terjadi karena pohon induk yang tampaknya sehat dan digunakan sebagai sumber stek sudah mengandung patogen BBV meskipun belum menunjukkan gejala penyakit," katanya. Oleh karena itu, strategi yang tepat perlu disusun untuk mengantisipasi meluasnya kembali penyakit BBV sejalan dengan program pengembangan vanili di Indonesia. Strategi tersebut adalah penggunaan bahan tanam (stek) yang sehat dan pemilihan lokasi penanaman yang masih bebas dari patogen BBV mengingat patogen adalah jamur penghuni tanah yang dapat bertahan dalam tanah selama empat tahun tanpa keberadaan tanaman inangnya. "Penerapan strategi itu membutuhkan metode yang baik dan dapat digunakan untuk mengetahui keberadaan patogen dalam jaringan tanaman maupun dalam tanah secara dini, cepat, dan akurat, yaitu deteksi serologi dengan menggunakan antiobodi poliklonal," katanya.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006