rumah layak huni bagi MBR akan terancam

Jakarta (ANTARA) - Anggota Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) seluruh Sumatera berharap agar pemerintah bisa menaikkan harga rumah subsidi karena tingginya harga bahan bangunan, menyusul kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sejak 3 September 2022.

"Bisnis penyediaan papan khusus masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sudah berat karena adanya kenaikan harga material secara drastis dalam dua tahun terakhir. Terlebih, dengan adanya kenaikan harga BBM subsidi sehingga dapat dipastikan harga material dan biaya produksi akan semakin tinggi," kata Koordinator Regional I Dewan Pengurus Pusat REI, Mohammad Miftah, saat menggelar Rapat Regional I REI seluruh Sumatera di Jakarta, dalam siaran pers, Sabtu.

Pelaku usaha properti dari wilayah Sumatera berharap usulan penyesuaian harga jual rumah bersubsidi bisa segera direalisasikan.

Hal itu karena sudah tiga tahun rumah subsidi tidak mengalami kenaikan harga. Ditambah lagi, saat ini pemerintah memutuskan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.

"Padahal, industri rumah bersubsidi berkontribusi besar terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional, menggerakkan ekonomi rakyat dan menyerap jutaan lapangan pekerjaan," kata Miftah.

Baca juga: APERSI harap dukungan pemerintah percepat penyediaan rumah subsidi

Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) REI Sumatera Utara Andi Atmoko Panggabean mengatakan, pengembang asal Pulau Sumatera berkumpul di Jakarta.

"Kami berkumpul di Jakarta guna menyuarakan bisnis properti di daerah dalam kondisi tidak baik-baik saja. Untuk itu, bisnis ini butuh perhatian dari pemerintah pusat," tukas Moko.

Sementara itu, Ketua DPD REI Jambi Ramond Fauzan mengakui, bagi pemerintah masalah penyesuaian harga jual rumah bersubsidi merupakan isu sensitif karena seiring penyesuaian harga BBM subsidi yang akan mendongkrak inflasi.

"Kami pahami bahwa langkah menyesuaikan harga jual rumah subsidi di tengah kondisi saat ini berpeluang menimbulkan inflasi. Namun, pertaruhannya adalah industri properti khususnya, rumah MBR di daerah bakal terganggu. Ini akan berimbas terhadap serapan tenaga kerja dan perekonomian daerah," tegas Ramond.

Asosiasi pengembang perumahan sudah mengajukan usulan penyesuaian harga jual rumah bersubsidi dengan besaran usulan penyesuaian yakni 7-10 persen.

Baca juga: Kementerian PUPR bangun PSU 643 rumah subsidi di Kalimantan Selatan

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sejak akhir 2021 telah merangkum masukan asosiasi pengembang tersebut.

"Saat itu, kami berharap kebijakan tersebut bisa ditetapkan pada awal 2022. Namun, ternyata hingga kini belum ada keputusannya," ungkap Ketua DPD REI Kepulauan Riau, Toni.

Apabila tidak ada penyesuaian harga jual, pengembang rumah subsidi tentu akan semakin terbebani.

"Program penyediaan rumah layak huni bagi MBR akan terancam. Ini karena pelaku industri properti tidak dapat menjalankan usahanya secara berkelanjutan," kata Toni.

Patokan harga rumah subsidi ditentukan berdasarkan Keputusan Menteri (Kepmen) Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) No. 242 Tahun 2020 dengan kisaran Rp150,5 juta hingga Rp219 juta (tergantung wilayah). Untuk penetapannya sendiri ditentukan oleh Kementerian Keuangan.

Baca juga: Apersi ajukan permintaan ke pemerintah naikkan harga rumah subsidi

Sebelumnya, pemerintah menaikkan harga Pertalite dari Rp7.650 per liter menjadi Rp10.000 per liter, solar subsidi dari Rp5.150 per liter jadi Rp6.800 per liter, Pertamax nonsubsidi naik dari Rp12.500 jadi Rp14.500 per liter sejak Sabtu 3 September 2022 pukul 14.30 WIB.

Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2022