Jakarta (ANTARA) - Rektor Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Prof. Dr. Syahrin Harahap mengatakan tidak ada kebencian antara satu agama dengan agama lain, seperti Islamofobia di Indonesia karena bangsa ini memiliki Pancasila yang mempersatukan segala perbedaan.
"Di negeri ini sebenarnya tidak ada kebencian antara satu agama dengan agama lainnya karena Pancasila sebagai dasar negara telah mencoba mencari titik temu dari semua agama, latar belakang budaya, dan etnis sehingga kita dipersatukan dalam khalimatun syawa' (satu keyakinan yang mempertemukan berbagai perbedaan),” kata Syahrin dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.
Untuk itu, ia mengimbau anak-anak bangsa agar tidak membesar-besarkan isu Islamofobia yang tidak cocok dengan Indonesia.
Menurut Syahrin, hal tersebut penting untuk dilakukan karena isu Islamofobia dan isu-isu pemecah belah persatuan lainnya berpotensi menimbulkan konflik yang menjadi ladang subur bagi tumbuhnya kelompok radikal dan teroris dalam menyebarkan ideologi-ideologi transnasional.
"Tujuan mereka adalah merusak keutuhan NKRI, seperti yang terjadi di negara-negara Timur Tengah," tambahnya.
Syahrin menyampaikan bahwa Islamofobia sebenarnya merupakan istilah yang berkembang di negara lain, tetapi kemudian dikirim ke Tanah Air untuk mengganggu persatuan dan kesatuan masyarakat Indonesia.
"Sebenarnya (Islamofobia) muncul pertama kali di bagian benua lain, terutama Eropa. Islamofobia muncul karena ada orang-orang tertentu yang tersinggung dengan umat Islam, perilaku dan lain-lain yang dianggap mengganggu orang lain. Namun, perilaku itu sebenarnya bukan datang dari Islam atau umat Islam, melainkan orang yang minim pengetahuannya tentang Islam. Itu di Eropa,” jelasnya.
Syahrin mengakui kecenderungan Islamofobia merebak ke seluruh dunia, termasuk Indonesia, memang tidak bisa dihindarkan. Hal itu karena situasi di suatu benua tertentu akan berpengaruh ke benua lain.
Meskipun begitu, menurut ia, jika setiap anak bangsa mengembangkan kepribadiannya yang digali dari nilai-nilai Pancasila, bangsa ini tidak akan saling membenci.
"Kita sering mengatakan bahwa Pancasila itu adalah kita. Artinya, Pancasila digali dari kepribadian bangsa kita. Apabila kita mengembangkan kepribadian kita yang notabene adalah pesan-pesan yang terkandung dalam Pancasila, sebenarnya kita tidak akan saling membenci. Dengan demikian, Islamofobia tidak cocok dengan bangsa Indonesia,” jelas Syahrin.
Ia juga meminta agar segenap anak bangsa berhenti menghadirkan diskusi-diskusi mengenai Islamofobia yang dikaitkan dengan Indonesia, kecuali dalam konteks diskusi mengenai keadaan di negara lain.
Syahrin pun menekankan bahwa pada dasarnya bangsa Indonesia tidak didik untuk membenci satu sama lain. Sebaliknya, bahkan sebelum menjadi suatu negara, beragam penduduk dari kerajaan, etnis, dan agama yang berbeda-beda di Indonesia telah memiliki jiwa gotong royong.
"Bangsa kita tidak dididik untuk membenci satu sama lain. Bahkan sebelum Indonesia jadi suatu negara, sebenarnya, kerajaan-kerajaan, etnis-etnis, dan kekuatan agama di Indonesia dengan Bhinneka Tunggal Ika memiliki jiwa gotong royong. Itulah yang membuat tidak seperti masyarakat di bagian dunia lain yang saling membenci," jelasnya.
Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2022