New York (ANTARA News) - Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengeluhkan sejumlah masalah dan rintangan yang merugikan dalam perdagangan luar negeri dengan Indonesia. Laporan tahunan Kantor Perwakilan Perdagangan AS (USTR) yang dipublikasikan di Washington DC, Jumat, menyebutkan sejumlah masalah perdagangan dengan Indonesia, mulai dari soal pembajakan, sertifikasi, kebijakan impor sampai dengan pelayanan. Laporan USTR itu bukan hanya menyangkut Indonesia, tetapi juga dengan lebih dari 60 negara lainnya yang dianggap telah membuat kebijakan tidak fair terhadap produk-produk ekspor AS. Mengenai Indonesia, USTR antara lain mengeluhkan ketetapan Departemen Pertanian RI melarang impor bagian daging ayam sejak September 2000. "AS telah menyampaikan keprihatinan atas hal ini, tapi Deptan RI terus menekankan mengenai keperluan meyakinkan konsumen bahwa daging yang diimpor itu halal," demikian isi laporan tersebut. AS telah mematuhi persyaratan untuk sertifikasi halal tersebut namun tetap belum dapat meyakinkan Indonesia untuk mencabut larangan itu. Akibat larangan impor bagian daging ayam itu, industri di AS mengalami kerugian sekitar 10 juta dolar per tahun. Indonesia melalui Deptan juga melarang impor daging sapi dari AS setelah ditemukan kasus penyaki sapi gila (BSE) pada Juni 2005. Deptan RI belum merinci informasi yang mereka perlukan untuk memulihkan lagi impor itu, dan juga tidak memberi batas waktu kapan akan mempertimbangkan impor daging sapi dari AS tersebut, tulis USTR. Berkaitan dengan peraturan sertifikasi, laporan USTR itu menyebutkan bahwa pada Juli 2000 Pemerintah RI mulai menerapkan keharusan registrasi produk-produk makanan impor. Importir harus memohon nomor registrasi dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Semua produk makanan impor harus diuji oleh BPOM. Sejumlah produsen makanan AS telah menyampaikan keprihatinannya karena penyebutan unsur dan proses yang harus sangat jelas bisa membocorkan rahasia bisnis yang menjadi hak paten mereka. Hal tersebut mengakibatkan sejumlah eksportir AS menghentikan penjualan ke Indonesia. Masalah pembajakan hak intelektual menjadi salah satu sorotan AS mengenai perdagangan luar negeri dengan Indonesia. Meskipun Undang- Undang mengenai perlindungan hak cipta sudah disahkan DPR-RI pada Juli 2003, namun kasus pembajakan masih terus terjadi dan meluas. Di antaranya pembajakan karya cipta yang dituangkan dalam optical disk seperti DVD atau VCD. Sejumlah razia yang dilakukan Pemerintah RI telah berhasil menyita sejumlah disk bajakan. Namun langkah tersebut belum dapat menghentikan kegiatan pembajakan untuk selamanya. Dalam beberapa tahun belakangan ini, film-film dan musik dari AS yang dibajak dengan teknologi tinggi dapat ditemukan dimana-mana dalam bentuk DVD maupun VCD. Menurut perkiraan kalangan industri AS, jumlah kerugian akibat pebajakan hak cipta di Indonesia selama 2005 mencapai sekitar 191,6 juta dolar. Masalah pembajakan tersebut juga menjadi perhatian kalangan Kongres di AS. Para anggota Kongres dari partai Demokrat mendesak pemerintah AS mengadukan pembajakan yang tejadi di Indonesia, Malaysia, Brazil dan Meksiko, kepada WTO.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006