Jakarta (ANTARA) - Sabtu, 3 September 2022 adalah hari yang cukup mengejutkan bagi sebagian besar rakyat Indonesia lantaran pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM jenis pertalite, solar, dan pertamax dengan persentase penyesuaian harga berkisar 16 persen sampai 32 persen.

Di belakang meja kayu berhias bunga warna-warni, Presiden Joko Widodo yang didampingi oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri ESDM Arifin Tasrif, Menteri Sosial Tri Rismaharini, dan Menteri Sekretaris Negara Pratikno menyampaikan pernyataan resmi tentang kenaikan harga BBM tersebut dari Istana Negara.

Pemerintah mengambil keputusan menaikkan ketiga harga BBM itu di tengah situasi masih tingginya harga komoditas pangan yang tercermin dari kelompok volatile foods mengalami inflasi 8,93 persen pada Agustus 2022.

"Ini adalah pilihan terakhir pemerintah, yaitu mengalihkan subsidi BBM, sehingga harga beberapa jenis BBM yang selama ini mendapat subsidi akan mengalami penyesuaian dan sebagian subsidi BBM akan dialihkan untuk bantuan yang lebih tepat sasaran," kata Presiden Joko Widodo dalam konferensi pers tersebut.

Pemerintah mengklaim kenaikan harga minyak mentah dunia telah membuat anggaran energi tahun ini naik tiga kali lipat dari Rp152,5 triliun menjadi Rp502,4 triliun, sehingga menaikkan harga jual BBM adalah opsi pamungkas untuk menyelamatkan APBN.

Dalam konferensi pers itu, pemerintah memutuskan menaikkan harga pertalite sebesar Rp2.350 per liter atau setara 30,7 persen dari sebelumnya Rp7.650 per liter menjadi Rp10.000 per liter, harga solar naik sebesar Rp1.650 per liter atau setara 32 persen dari sebelumnya Rp5.150 per liter menjadi Rp6.800 per liter, dan penyesuaian pertamax adalah yang paling kecil, naik Rp2.000 per liter atau setara 16 persen dari sebelumnya Rp12.500 per liter menjadi Rp14.500 per liter.

Kebijakan menaikkan harga BBM pertalite, solar, dan pertamax memang dapat mengurangi defisit anggaran, tapi di sisi lain beban hidup rakyat juga meningkat yang dapat berimbas terhadap penurunan daya beli dan terganggunya pertumbuhan ekonomi ke depan.


Dampak ICP naik

Pada 9 September 2021, Badan Anggaran DPR dan pemerintah sepakat nilai asumsi harga minyak mentah Indonesia atai Indonesian Crude Price (ICP) adalah sebesar 63 dolar AS per barel dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022. Kala itu harga rata-rata ICP adalah sebesar 72,20 dolar AS per barel atau naik sebesar 4,40 dolar AS per barel dari 67,80 dolar AS per barel pada Agustus 2021.

Seiring waktu berjalan, harga ICP terus merangkak naik akibat pecah konflik geopolitik Rusia dengan Ukraina yang membuat nilai asumsi minyak mentah Indonesia menyentuh angka tertinggi 117,62 dolar AS per barel pada Mei 2022.

Harga ICP yang tinggi membuat beban APBN meningkat karena Indonesia masih mengimpor sekitar 700 ribu barel minyak per hari untuk memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri.

PT Pertamina (Persero) sebagai perusahaan pelat merah yang bertugas menyalurkan BBM kepada masyarakat telah beberapa kali menyesuaikan harga BBM nonsubsidinya sebagai respon terhadap gejolak harga minyak mentah dunia.

Pada 1 April 2022, perseroan telah menaikkan harga BBM jenis pertamax dari sebelumnya Rp9.000 per liter menjadi Rp12.500 per liter. Selisih antara harga pertalite dengan pertamax yang berkisar Rp4.850 per liter membuat masyarakat ekonomi mampu beralih pola konsumsi dari sebelumnya memakai pertamax menjadi pertalite.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan, sebanyak 80 persen subsidi BBM dikonsumsi oleh masyarakat mampu secara finansial dan hanya 20 persen saja subsidi BBM yang dinikmati oleh masyarakat kelas bawah.

Pemerintah menetapkan formula batas atas dalam upaya mengendalikan harga BBM di tingkat konsumen. Harga BBM mengacu kepada harga acuan pasar MOPS atau Argus dan biaya distribusi dengan margin badan usaha maksimal 10 persen, seperti yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 62.K/12/MEM/2020.

Regulasi itu mengatur tentang formula harga dasar dalam perhitungan harga jual eceran jenis bahan bakar minyak umum jenis bensin dan minyak solar yang disalurkan melalui stasiun pengisian bahan bakar umum maupun stasiun pengisian bahan bakar nelayan.

Apabila ada badan usaha yang menjual BBM melebihi batas atas, maka pemerintah melalui Kementerian ESDM akan menegur badan usaha tersebut.

Untuk meredam dampak ekonomi akibat kenaikan harga BBM, pemerintah telah menyiapkan bantalan sosial berupa bantuan langsung tunai (BLT) BBM senilai Rp12,4 triliun yang dialokasikan kepada 20,65 juta keluarga kurang mampu dengan nominal Rp150.000 per bulan yang akan diberikan selama empat bulan terhitung sejak September 2022.

Selain itu, pemerintah juga menyiapkan bantuan subsidi upah senilai Rp600 ribu per orang untuk 16 juta pekerja dengan gaji maksimum Rp3,5 juta per bulan dengan total anggaran mencapai Rp9,6 triliun. Bahkan, pemerintah daerah diarahkan untuk memakai 2 persen dana transfer umum untuk bantuan angkutan umum, ojek daring, dan juga nelayan dengan nilai mencapai Rp2,17 triliun.

Pemerintah menghadirkan bantalan-bantalan sosial itu sebagai kebijakan strategis untuk mendorong daya beli masyarakat yang terdampak kenaikan harga BBM.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Gemilang Tarigan mengatakan pihaknya telah sepakat menaikkan harga angkutan sebesar 21 persen sampai 25 persen sebagai respon atas kenaikan harga BBM bersubsidi jenis solar yang mencapai 32 persen.

Imbas BBM naik tidak hanya terjadi di sektor transportasi saja tetapi juga kebutuhan lainnya mulai dari beras, lauk pauk di warteg, jajanan pasar hingga cilok pinggir jalan, kebutuhan pokok maupun kebutuhan tersier, karena BBM adalah urat nadi perekonomian mengingat semua barang diangkut memakai kendaraan yang menggunakan BBM.


Meramu skema pembatasan BBM

Pertamina telah mengeluarkan skema sebagai filter pembelian BBM di SPBU dengan memisahkan antara konsumen yang layak mendapatkan BBM bersubsidi dan konsumen yang tidak layak mendapatkan BBM bersubsidi berdasarkan jenis kendaraan yang terdaftar pada platform MyPertamina.

Perseroan mengklaim sudah ada satu juta unit kendaraan yang telah terdaftar ke dalam platform MyPertamina dengan rincian 70 persen jenis kendaraan pertalite dan 30 persen kendaraan pengguna solar. Data kendaraan yang telah masuk ke dalam platform MyPertamina berhak menikmati program subsidi tepat.

Pertamina terus menambah titik stan pendaftaran langsung untuk meningkatkan jumlah kendaraan yang mendaftar ke platform MyPertamina. Selain layanan pendaftaran langsung, perseroan juga mengajak pemilik kendaraan untuk mendaftar secara daring melalui laman subsiditepat.mypertamina.id dan menu Subsidi Tepat pada aplikasi MyPertamina.

Ekonom Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi memandang bahwa pembatasan pembelian BBM bersubsidi melalui platform MyPertamina bukan cara yang ampuh karena dapat menimbulkan ketidaktepatan sasaran dan ketidakadilan bagi konsumen yang tidak memiliki akses ponsel pintar serta internet.

Pemerintah perlu menetapkan jenis kendaraan berupa sepeda motor, kendaraan angkutan orang, dan angkutan barang yang boleh menggunakan BBM bersubsidi melalui Peraturan Presiden. Selain itu, pemerintah juga harus menurunkan disparitas harga antara BBM bersubsidi dengan BBM nonsubsidi untuk mendorong migrasi konsumsi BBM.

Skema subsidi tepat sasaran yang langsung mengarah kepada masyarakat penerima manfaat merupakan cara yang ampuh untuk menyelamatkan APBN, ketimbang menyalurkan subsidi kepada barang yang selama ini diberikan untuk BBM, elpiji, dan listrik.

Selain itu, promosi dengan kalimat 'penikmat BBM bersubsidi banyak dari kalangan menengah ke atas' harus disudahi, karena hal itu dapat memicu gesekan sosial antara kaum borjuis dengan kaum proletar.

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2022