Kuala Lumpur (ANTARA) - Duta Besar RI untuk Malaysia Hermono menyebut peristiwa yang dialami oleh Zailis, warga negara Indonesia berusia 46 tahun yang bekerja sebagai asisten rumah tangga (ART) di daerah Batu Caves, Kuala Lumpur, merupakan penyiksaan yang sangat keji.
"Waktu kita mendapat laporan adanya penyiksaan itu, saya dan Atase Polisi langsung menemui korban di Rumah Sakit Selayang. Memang kondisinya sangat-sangat luar biasalah ya, dan kesimpulan saya, ini penyiksaan sangat keji," kata Hermono kepada ANTARA di Kuala Lumpur, Senin.
Penyiksaan oleh majikan perempuannya bukan kejadian di hari itu saja, katanya, karena berdasarkan cerita dari Zailis dan dilihat dari bekas luka-luka di tubuhnya, sudah terjadi penyiksaan yang berlangsung lama.
"Kalau kita lihat di bagian punggung ada bekas siraman air panas, di dada sini juga demikian. Tangannya pun patah, dan itu bukan patah baru, itu patah lama sudah tiga bulanan," ujar dia.
Dan kalau dibandingkan kondisi Zailis pada saat masuk Malaysia dan mulai bekerja pada 2019 sampai sekarang, menurut Hermono, kondisinya jauh sekali berbeda. Berat badannya turun sampai 30 kg.
Ia mengatakan Zailis, perempuan asal Sumatera Barat dan tinggal di Binjai, Sumatera Utara, tidak pernah berkomunikasi dengan keluarganya di Indonesia karena memang tidak diperbolehkan oleh majikan.
Tidak ada kesempatan untuk keluar rumah majikan karena harus terus bekerja, kata Hermono.
Saat tangannya patah pun, kata dia, Zailis masih disuruh bekerja tanpa diberi pengobatan maupun dibawa ke dokter.
Semua luka yang ada di tubuhnya, baik luka bakar maupun luka tersiram air panas, tidak pernah diobati dan dibiarkan sampai sembuh sendiri, kata Hermono.
Sangat wajar jika Zailis tidak dapat bekerja maksimal, karena saat tangannya patah pun masih disuruh bekerja, kata dia.
"Jadi memang ini penyiksaan yang menurut saya sangat biadab. Dan yang bikin kita sangat sangat geram, ini majikannya (yang laki-laki), menurut informasi yang kita terima adalah oknum polisi. Itu 'confirmed', dia oknum anggota polisi," katanya.
Karenanya, Hermono meminta agar proses hukum dijalankan seadil-adilnya, majikan laki-laki juga harus diperiksa.
"Bagaimana mungkin seorang penegak hukum membiarkan terjadinya penyiksaan di dalam rumahnya bertahun-tahun. Ini ada sesuatu yang menurut saya di luar batas-batas kemanusiaan," katanya.
Selain mengalami penyiksaan, Zailis juga tidak menerima gaji sejak pertama kali bekerja, yang totalnya mencapai 32.000 ringgit Malaysia (sekitar Rp106,236 juta).
Menteri Sumber Manusia Malaysia M Saravanan mengatakan kementeriannya mulai mengidentifikasi majikan yang telah memperlakukan Zailis secara tidak manusiawi.
Ia juga mengatakan tidak akan berkompromi dengan tindakan kekerasan dan penindasan terhadap karyawan, terlepas mereka orang Malaysia atau orang asing.
Tindakan tegas akan diambil terhadap majikan yang gagal mematuhi undang-undang perburuhan, kata Saravanan seperti dilaporkan Free Malaysia Today.
Zailis berhasil melarikan diri dari rumah majikannya pada Selasa (30/8) siang, dan dibantu oleh warga lain yang kebetulan melihatnya, sebelum di bawa ke kantor polisi untuk membuat laporan.
Menurut Hermono, Zailis saat ini ditempatkan di rumah perlindungan, dan hari ini kembali dibawa ke rumah sakit untuk pengecekan kesehatan.
KBRI Kuala Lumpur sedang berupaya meminta agar Zailis dapat menuntaskan perawatannya terlebih dulu sampai sembuh sebelum ditempatkan di rumah perlindungan.
Baca juga: Dubes RI: Pemerintah coba ubah potret PMI di Malaysia ke arah positif
Baca juga: PMI asal Aceh diduga disiksa majikan selama 8 tahun di Malaysia
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2022