Padang, (ANTARA) - Bagi M Jinis Khatib Jalelo, memulai berusaha tidak harus dengan modal besar. Bahkan, dengan modal nol rupiah, pria berusia 64 tahun itu berhasil membuktikan diri sukses menjadi pengusaha.

Pengusaha peti buah berpenampilan sederhana itu mampu memberdayakan 19 orang kurang mampu di sekitar tempat tinggalnya di Jorong Baduih, Nagari Simawang, Kecamatan Rambatan, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat.

Dari 19 orang yang dipekerjakan mayoritas perempuan. Ada juga usianya hampir mencapai 70 tahun. Bagi Jinis, itu bukan persoalan selagi bisa bekerja membuat peti buah.

M. Jinis menceritakan perjuangannya meniti sukses menjadi pengusaha peti buah dengan modal nol rupiah. Sebelum menjadi pengusaha ia hanya seorang petani ladang yang menggarap lahan keluarga untuk menanam jagung, kacang dan cabai.

Saat kemarau panjang yang terjadi pada 2007, M. Jinis gagal memanen hasil ladangnya. Itu pun bukan sekali saja, tapi berkali-kali, hingga ia kehabisan modal untuk membeli bibit dan pupuk.

Gagal panen berulang kali, membuat M. Jinis menyerah dan memilih menggeluti usaha lain. Namun kala itu ia bingung usaha apa yang harus dijalaninya. Apalagi, modal untuk memulai usaha juga tidak ada.

Akhirnya ia mengajak keluarganya untuk berembuk terkait usaha apa yang akan dijalani di tengah kondisi ekonomi keluarga yang terpuruk, setelah hasil ladang gagal dipanen. Lalu muncul ide untuk membuat kerajinan dari kayu piri-piri.

Meski ide sudah ada, persoalan lain adalah modal. Beruntung, keponakannya yang tinggal di Kota Padang punya mesin pemotong kayu. Mesin tersebut dimanfaatkannya untuk memulai membuat kerajinan kayu piri piri.

Ia pun meminjam mesin dan membawa ke kampung, sedangkan untuk kayu yang diolah menjadi piri-piri, dibeli dengan cara berutang.

Harga satu truk kayu seharga Rp700 ribu ketika itu. Makanya, ketika memulai usaha modal dia hanya nol rupiah.

Sayangnya, usaha kerajinan kayu piri-piri hasilnya tak begitu menjanjikan, karena uang penjualan hanya cukup untuk biaya makan sekeluarga. Meski begitu ia tidak menyerah dan terus menjalani usaha dari kayu piri-piri.

M Jinis yang merupakan tokoh adat di Kecamatan Rambatan juga tak henti-hentinya berdoa kepada Allah SWT agar usahanya dimudahkan.

Lalu, salah seorang pengusaha peti buah menawarinya untuk bekerja sama. Karena, pengusaha peti buah itu tertarik untuk membeli kayu piri-piri yang dibuatnya. Namun ketika itu dibeli dengan harga murah.

Selain itu, pengusaha peti buah itu juga menawarinya membuat bingkai peti buah dan dijual kepadanya. Tawaran itu ia terima. Beberapa bulan kemudian ia juga ditawari membuat dinding peti.

Pada 2010, ia didatangi seorang pengusaha ekspor buah untuk bekerja sama membuat peti buah. Di awal kerja sama tersebut, Jinis hanya bisa membuat 50 peti buah sehari. Padahal, permintaan peti buah kala itu sangat banyak jumlahnya.

Inilah awalnya dia memproduksi peti buah. Kalau sebelumnya, hanya buat kayu piri-piri yang dijadikan rangka dan dinding peti buah.


CSR Semen Padang

Beberapa bulan setelah membuat peti buah, persoalan pun datang. Salah satunya, kayu yang diolahnya dinyatakan tidak ada izin oleh aparat kepolisian. Kemudian, ia pun meminta bantuan kepada Bupati Tanah Datar yang ketika itu dijabat oleh M. Shadiq Pasadigoe.

Bupati bersama Dinas Kehutanan Tanah Datar, TNI/Polri kemudian meninjau usaha peti buah yang dibuatnya. Kemudian, bupati menyebut bahwa kayu yang diolah menjadi peti buah ini kalau di Kabupaten Sijunjung dibakar orang.

Meskipun begitu, Shadiq tetap memerintahkan dinas kehutanan untuk mengurus izin pengolahan kayu milik Jinis. Setelah izin keluar, Betti Shadiq, yang merupakan istri dari bupati, menawarkan untuk menjadi mitra binaan CSR Semen Padang. Semen Padang adalah perusahaan di bawah naungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Dengan senang hati, Jinis menerima tawaran tersebut. Karena menurutnya, banyak kemudahan yang didapat ketika menjadi mitra binaan CSR sebuah perusahaan.

Selain dapat pinjaman modal usaha, dia juga diberikan pelatihan mengenai manajemen keuangan.

Suami dari Yusmaniar ini juga menuturkan diawal menjadi mitra binaan CSR Semen Padang, ia mendapatkan pinjaman modal usaha sebesar Rp10 juta. Modal tersebut digunakan untuk membeli kayu dan kebutuhan lainnya, seperti paku, termasuk menambah jumlah pekerja.

Dari situ awal kesuksesannya. Berkat pinjaman modal usaha dari CSR Semen Padang, usahanya terus berkembang. Bahkan, permintaan terhadap peti buah pun terus berdatangan dari berbagai daerah, seperti Payakumbuh, Bukittinggi, Medan dan Jakarta.

Namun, di tengah permintaan tinggi yang tidak seimbang dengan jumlah produksi, ia tidak bisa berbuat banyak. Ketika itu dalam sehari ia hanya bisa memproduksi sampai 150 peti, sedangkan permintaan sampai 300 peti.

Ia tidak bisa meningkatkan produksi karena keterbatasan modal, termasuk bahan baku, seperti kayu, ditambah lagi jumlah pekerja hanya lima orang.

Baru pada 2013, Jinis kembali mendapat pinjaman dari PT Semen Padang. Kali ini, jumlahnya Rp50 juta. Uang itu kemudian digunakan untuk membeli mesin potong kayu, menambah jumlah stok bahan baku, termasuk menambah jumlah pekerja.

Sejak mendapatkan pinjaman kedua dari CSR Semen Padang, rata-rata produksi peti buah bisa mencapai 300 sehari. Untuk satu peti buah dijual seharga Rp 13.000. Jadi, kalau dikalkulasi, maka omzet sehari bisa mencapai Rp4 juta. Jumlah itu masih merupakan pendapatan kotor.

M. Jinis mengaku bangga bisa menjadi bagian dari UMKM binaan perusahaan milik negara itu. Karena, berkat binaan tersebut, usaha peti buahnya bisa berkembang pesat.

Bahkan selain membuat peti buah, ia juga membuat kayu reng dengan berbagai ukuran.

Sebelumnya Kepala Unit Humas dan Kesekretariatan Semen Padang Nur Anita Rahmawati menyampaikan Program Kemitraan Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan salah satu program unggulan yang dimiliki oleh PT Semen Padang.

Terhitung sejak Program Kemitraan didirikan pada 1987 hingga sekarang tercatat lebih dari 15.000 UMKM di Sumbar telah menjadi mitra binaan CSR Semen Padang.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.539 UMKM hingga kini masih menjadi binaan CSR Semen Padang.

Sedangkan sisanya sekitar 13.000 UMKM, sekarang sudah menjadi UMKM mandiri yang telah maju dan berkembang.

Kini M Jinis terus mengembangkan usaha peti buahnya, selain meningkatkan ekonomi keluarga ia pun telah mampu memberdayakan ekonomi warga sekitarnya.

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2022