Jakarta (ANTARA) - Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) dan Kementerian Pertanian RI mengkaji penyebab penyusutan dan terbuangnya pangan di Indonesia, di mana buah dan sayuran paling banyak terbuang dalam rantai pangan.

"Buah dan sayuran adalah komoditas bergizi yang paling banyak hilang dan terbuang. Kita perlu bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan untuk memperbaiki situasi dan mengurangi susut dan limbah pangan di Indonesia," kata Retno Sri Hartati Mulyandari, Sekretaris Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian.

Berdasarkan data Bappenas pada 2021, susut dan terbuangnya pangan (food loss and waste) di Indonesia mencapai 115-184 kilogram per kapita per tahun selama dua dekade terakhir, dengan limbah terbesar terjadi pada tahap konsumsi, seperti disampaikan dalam keterangan FAO Indonesia pada Sabtu.

Angka tersebut mencakup terbuangnya pangan dari produksi ke grosir dan juga sisa pangan dari eceran ke rumah tangga, kata FAO.

Menurut FAO, makanan yang terbuang paling banyak ditemukan pada tanaman, terutama sereal. Sementara sektor pangan yang paling tidak efisien, karena banyak terbuang (menyusut) dalam rantai pangan adalah buah dan sayur.

Kerugian ekonomi akibat susut dan terbuangnya pangan di Indonesia mencapai nilai sekitar Rp213 triliun hingga Rp551 triliun per tahun atau setara 4-5 persen dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia.

FAO juga menyebutkan bahwa di kawasan Asia Pasifik, hampir setengah dari buah dan sayuran terbuang atau hilang, bahkan sebelum sampai ke piring konsumen.

"Sangat penting untuk memahami hambatan dan tantangan dalam rantai nilai untuk mengurangi kehilangan pangan, terutama untuk komoditas yang mudah rusak, seperti buah-buahan dan sayuran,” kata Perwakilan FAO di Indonesia Rajendra Aryal.

Aryal menyebutkan bahwa terbuangnya pangan seringkali disebabkan berbagai keterbatasan manajerial dan teknis dalam teknik panen, penyimpanan, transportasi, pengolahan, fasilitas pendinginan, infrastruktur, pengemasan dan sistem pemasaran.

Untuk itu, FAO akan memberikan bantuan teknis kepada Kementerian Pertanian untuk mengeksplorasi hambatan dalam mengurangi susut dan terbuangnya pangan pada komoditas hortikultura yang mudah rusak.

Kajian FAO bersama Kementan itu berfokus pada tiga komoditas terpilih, yakni cabai di Banyuwangi, Jawa Timur; bawang merah di Brebes, Jawa Tengah; dan kubis di Cianjur, Jawa Barat.

Penelitian itu akan dilakukan mulai September 2022 hingga Januari 2023.

Studi itu bertujuan untuk menghasilkan pemahaman yang lebih baik tentang titik susut dan terbuangnya pangan yang kritis dan solusi untuk mengatasinya pada tahap produksi hingga mencapai pasar grosir.

Hasil studi mendalam terhadap ketiga komoditi tersebut juga akan dijadikan model bagi studi-studi selanjutnya di berbagai komoditi yang berisiko mengalami penyusutan.

Baca juga: FAO dan IRRI akui ketahanan pangan Indonesia tangguh saat dunia krisis
Baca juga: FAO apresiasi kinerja sektor pertanian Indonesia

Pewarta: Yuni Arisandy Sinaga
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2022