Jakarta (ANTARA) - Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Lolly Suhenty mengatakan bahwa metode Krejcie dan Morgan yang digunakan untuk melakukan verifikasi faktual partai politik bertujuan mendapatkan hasil yang lebih tepat.
"Memang ada beberapa yang merasa keberatan karena dinilai berbeda dengan metode 'sampling' sederhana. Namun, perlu dipahami tujuan 'sampling' ini untuk mendapatkan hasil verifikasi faktual yang lebih tepat," kata Lolly dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.
Metode Krejcie dan Morgan yang digunakan KPU dalam tahapan verifikasi faktual membuat beberapa partai politik nonparlemen keberatan. Lolly Suhenty mengatakan meski beberapa partai politik keberatan, metode Krejcie dan Morgan sudah diatur sebagaimana tertuang dalam Pasal 85 PKPU Nomor4/2022.
Baca juga: Bawaslu RI pastikan kawal langsung pendaftaran parpol peserta pemilu
Dia menjelaskan metode ini secara ilmiah diyakini memiliki tingkat presisi hingga 95 persen dalam menentukan proporsi populasi dengan tingkat kesalahan 5 persen. Selain itu, metode tersebut telah melalui pembahasan dan uji publik yang dibuat KPU.
"Jika terdapat keberatan dari parpol calon peserta pemilu, tentu saja dapat menempuh uji materiil PKPU ke Mahkamah Agung (MA)," ujarnya.
Sementara itu, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Idham Holik memastikan penggunaan metode tersebut bukan untuk mempersulit partai nonparlemen.
"Kami melakukan konsultasi ke lembaga yang otoritatif soal statistik. Itu direkomendasikan karena lebih presisi dalam rangka menggambarkan populasi. Kalau dalam aturan sebelumnya menggunakan metode sample sederhana," ucapnya.
Baca juga: KPU RI beri akses Sipol kepada Bawaslu RI
Dia menambahkan penggunaan metode Krejcie dan Morgan merupakan upaya pembuktian publik sesuai dengan amanah UU Pemilu sehingga partai dapat memenuhi syarat keanggotaan sesuai dengan aturan.
"Dalam artian bahwa keanggotaannya bisa dibuktikan. Itu fungsi verifikasi faktual untuk pembuktian," katanya.
Idham menganggap pandangan verifikasi faktual dalam PKPU terbaru menyulitkan partai nonparlemen sebagai sudut pandang berbeda saja karena KPU telah melakukan uji publik sebelum menerapkan metode Krejcie dan Morgan.
"Jadi tentu pendapat ya, itu karena PKPU melalui uji publik. Enggak ada kita mempersulit karena kita lakukan uji publik," ucapnya.
Baca juga: Bawaslu dorong masyarakat sipil beri edukasi kawal suara di pemilu
Sistem verifikasi faktual Pemilu 2019 mengambil sampel 10 persen dari jumlah keanggotaan parpol yang diserahkan kepada KPU.
Misalkan, syarat minimal adalah 1.000 anggota, dan parpol menyerahkan keanggotaan untuk dilakukan verifikasi faktual sebanyak 1.100 anggota, maka yang diverifikasi faktual diambil sampel 10 persen dari 1.100 anggota atau hanya 110 anggota.
Demikian pula terhadap syarat minimal 1 per 1.000 dari jumlah penduduk. Misalkan, jumlah penduduk 550.135 jiwa, maka keanggotaan parpol yang diserahkan untuk dilakukan verifikasi faktual sebanyak 550 anggota, dan dari 550 anggota diambil sampel 10 persen dari 550 anggota atau hanya 55 anggota.
Namun, katanya, dengan menggunakan metode Krejcie dan Morgan tidak selalu sama jumlah sampel anggota yang dilakukan verifikasi faktual antara syarat minimal 1.000 anggota atau 1 per 1.000 dari jumlah penduduk.
Sebagai contoh, papar dia, kabupaten berpenduduk 1.200.000 jiwa, maka syarat minimal keanggotaan yang diserahkan adalah 1.000 anggota. Jika parpol menyerahkan data keanggotaan melalui Sipol sebanyak 1.200 anggota, maka jumlah sampel anggota parpol yang dilakukan verifikasi faktual sebanyak 290-an anggota dengan penghitungan metode Krejcie dan Morgan. Sementara, dengan metode tahun 2019 hanya 120 anggota.
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022