Jakarta (ANTARA) - Utusan Khusus Presiden Amerika Serikat untuk Urusan Iklim John Kerry mendorong Indonesia untuk memanfaatkan peluang dalam bisnis pengembangan energi terbarukan, guna mengurangi emisi karbon.

“Dan Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk memasuki masa depan bisnis ini (yang ikut mendukung) penciptaan lapangan kerja dan basis energi baru,” tutur Kerry dalam Tri Hita Karana Forum Climate Road to G20 Dialogue yang dipantau secara daring pada Kamis.

Menurut dia, perubahan iklim dan dampaknya pada dunia bukanlah sesuatu uang perlu ditakuti tetapi harus diperhatikan dan menjadi motivasi untuk mendorong transformasi bisnis yang mengarah ke pengembangan energi baru dan terbarukan.

Kerry menyebut beberapa bisnis energi terbarukan yang kini didorong di AS antara lain kendaraan listrik, pompa kalor (heat pump) untuk pemanas air, dan tenaga fusi.

“Setiap aspek kehidupan kita akan terdampak positif. Ini bisa menjadi positif dengan membuat pilihan yang tepat untuk tempat kita berinvestasi dan struktur seperti apa yang kita bangun. Ini adalah ekonomi dan peluang yang tak tertandingi,” ujar dia.

Dorongan untuk mewujudkan ekonomi rendah karbon, menurut Kerry, penting untuk digaungkan guna menghindari konsekuensi terburuk dari krisis iklim.

Dalam proses transisi energi, berbagai terobosan teknologi dan kemampuan bisnis untuk bisa beradaptasi pada sumber-sumber energi yang berkelanjutan sangat krusial.

“Dan semakin cepat kita melakukannya, semakin cepat kita membuat transisi yang kita butuhkan, dan semakin sedikit kerusakan terhadap planet ini. Satu-satunya hal besar yang bisa dilakukan Indonesia adalah dengan memperluas sebaran energi terbarukan,” ujar Kerry.

Dalam forum yang sama, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan meminta dukungan para pemimpin global agar Indonesia bisa memimpin transisi menuju energi terbarukan.

"Untuk bisa mencapai hal itu, dibutuhkan dukungan dari para pemimpin global untuk membuka modal, teknologi dan kapasitas SDM. Saat ini adalah dekade untuk bertindak, saya berharap kepemimpinan Indonesia di G20 dapat mewujudkan ini baik untuk Indonesia maupun dunia," kata dia.

Menko Luhut mengatakan target komitmen untuk menghadapi perubahan iklim di bawah Perjanjian Paris dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) kurang dari satu dekade lagi.

Indonesia telah meratifikasi Perjanjian Paris di New York pada 22 April 2016. Dengan perjanjian itu, Indonesia berkomitmen untuk melakukan upaya menurunkan emisi gas rumah kaca dan bergerak aktif mencegah terjadinya perubahan iklim.

Melalui Nationally Determined Contribution (NDC), Indonesia berkomitmen untuk memitigasi perubahan iklim dengan rencana penurunan emisi hingga tahun 2030 sebesar 29 persen sampai dengan 41 persen bila dengan dukungan internasional pada 2030.

"Target kami, Indonesia, pada tahun 2030, saya pikir kami memiliki setidaknya 21 gigawatt (GW) energi terbarukan di negara ini," kata Luhut.

Namun, ia juga mengingatkan bahwa untuk mendukung implementasinya, Indonesia membutuhkan industri untuk bisa didukung.

Luhut mengatakan pemerintah Indonesia akan menentukan percepatan transisi energi yang bisa ikut mendukung penciptaan tenaga kerja, serta mendukung udara yang lebih bersih dan sehat.

Ia mengemukakan sejumlah langkah yang dilakukan Indonesia untuk mendorong percepatan transisi energi, mulai dari pengembangan dan penggunaan kendaraan listrik, hingga B40.


Baca juga: Menko Luhut minta dukungan global agar RI bisa pimpin transisi energi

Baca juga: Indonesia dorong inisiatif untuk rehabilitasi mangrove di forum G20


Menkeu ajak G20 kejar pendanaan transisi energi skala global

Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2022