Labuan Bajo (ANTARA) - Pengamat Ekonomi dari Universitas Kristen Artha Wacana Kupang Frits Fanggidae menyarankan agar skema pemberian bantuan sosial (bansos) pengalihan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) harus disesuaikan dengan kondisi perekonomian masyarakat atau keluarga penerima manfaat.
"Sebab dampak kenaikan harga BBM sangat tergantung dari berapa lama bansos diberikan kepada masyarakat yang terdampak kenaikan harga BBM," kata Frits ketika dihubungi dari Labuan Bajo, Rabu.
Dia menjelaskan bantuan sosial yang diberikan berfungsi untuk mempertahankan daya beli masyarakat supaya tetap atau tidak merosot terlalu jauh, karena bansos bersifat darurat atau jangka pendek. Namun jika diberikan sekali saja tentu akan sulit bagi masyarakat yang terkena dampak.
Menurutnya, masyarakat yang terkena dampak dengan daya beli yang menurun signifikan memerlukan waktu yang relatif panjang untuk menyesuaikan pendapatan dengan kenaikan harga-harga secara umum.
Oleh karena itu Frits menyebut skema pemberian bansos berkaitan erat dengan jangka waktu pemberian bansos.
"Perlu disesuaikan dengan waktu yang diperlukan masyarakat atau rumah tangga untuk menyesuaikan pendapatannya," ucapnya.
Pemerintah telah menetapkan bantuan pengalihan subsidi BBM sebesar Rp24,17 triliun yang akan dibagi dalam tiga bantuan sosial.
Pertama, bantuan langsung tunai (BLT) untuk 20,65 juta kelompok masyarakat sebesar Rp150 ribu sebanyak empat kali.
Lalu kedua, bantuan subsidi upah sebesar Rp600 ribu kepada 16 juta pekerja dengan gaji maksimum Rp3,5 juta per bulan yang dibayarkan satu kali.
Kemudian ketiga, bantuan dari pemerintah daerah dengan menggunakan dua persen dari dana transfer umum yaitu Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil untuk membantu sektor transportasi seperti angkutan umum, ojek, nelayan, dan bantuan tambahan perlindungan sosial.
Pewarta: Fransiska Mariana Nuka
Editor: Hanni Sofia
Copyright © ANTARA 2022