Jakarta (ANTARA) - Anggota DPR RI Lasmi Indaryani yang merupakan anak dari mantan Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono (BS) menolak menjadi saksi untuk ayahnya tersebut.
"Saya memakai Pasal 35 jadi kami sebagai anak, istri atau keluarga yang sedarah itu berhak untuk tidak memberikan kesaksian terhadap ayah saya," kata Lasmi di Gedung KPK, Jakarta, Selasa.
KPK sedianya menjadwalkan pemeriksaan terhadap Lasmi dalam penyidikan kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di Pemkab Banjarnegara, Jawa Tengah tahun 2017-2018 yang menjerat ayahnya tersebut.
Adapun Pasal 35 yang dimaksud Lasmi tersebut, tertuang di dalam Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam ayat (1) dinyatakan setiap orang wajib memberi keterangan sebagai saksi atau ahli, kecuali ayah, ibu, kakek, nenek, saudara kandung, istri atau suami, anak, dan cucu dari terdakwa.
Pada ayat (2), orang yang dibebaskan sebagai saksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat diperiksa sebagai saksi apabila mereka menghendaki dan disetujui secara tegas oleh terdakwa dan dalam ayat (3) disebut tanpa persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), mereka dapat memberikan keterangan sebagai saksi tanpa disumpah.
Lasmi pun mengatakan bahwa dia akhirnya diperiksa untuk Kedy Afandi selaku orang kepercayaan Budhi.
Baca juga: KPK kembali panggil anggota DPR Lasmi Indaryani
Baca juga: KPK konfirmasi anggota DPR Lasmi Indaryani soal proyek di Banjarnegara
"Saya hari ini memberikan kesaksian untuk tersangka Kedy Afandi. Kalau saya dengan Kedy karena tidak ada hubungan keluarga, saya memberikan kesaksian sebagai warga negara Indonesia saya kooperatif," kata Lasmi yang mengaku diajukan 13 pertanyaan oleh penyidik KPK.
"Cuma 13 (pertanyaan), lima pertanyaan hanya pertanyaan anda sehat, anda merasa ditekan atau tidak, lain-lain hanya anda kenal Kedy Afandi, tidak banyak," ucap dia lagi.
Dalam kesempatan tersebut, Lasmi juga meminta agar KPK membuka kembali rekening-nya yang diblokir lantaran tidak ada sangkut paut dengan kasus. Ia mengaku pemblokiran itu sudah berlangsung selama setahun.
"Sudah hampir setahun. Kami merasa agak tidak adil, maksudnya itu kan rekening saya sebagai anggota DPR tidak ada hubungannya dengan APBD tidak ada hubungannya dengan perusahaan dan saya buka rekening itu waktu saya menjadi anggota DPR," ungkapnya.
Menurutnya, penyidik meminta agar dia mengirimkan surat yang menjelaskan bahwa gaji yang diterimanya itu sebagai anggota DPR tidak ada berhubungan dengan kasus.
"Saya menunggu untuk dibuka blokir-nya ternyata miskomunikasi karena mereka belum mendapatkan surat. Mereka meminta surat dari kami bahwa itu adalah gaji saya secara anggota DPR yang tidak ada kaitannya dengan kasus ini," tuturnya.
KPK telah menetapkan Budhi sebagai tersangka dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Penetapan tersebut merupakan pengembangan dari kasus korupsi turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan pada Dinas PUPR Pemkab Banjarnegara, Jawa Tengah, pada tahun 2017-2018 dan penerimaan gratifikasi.
Dalam kasus itu, diduga ada upaya maupun tindakan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan yang bersumber dari tindak pidana korupsi, seperti dibelanjakan dalam bentuk berbagai aset baik bergerak ataupun tidak bergerak.
Selain itu, KPK juga telah menyita aset senilai Rp10 miliar yang diduga milik tersangka Budhi dalam kasus pencucian uang tersebut.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2022