Yogyakarta (ANTARA News) - "Indonesia saat ini dikuasai logistik, khususnya provider logistik dari luar negeri, sehingga biaya transportasi perdagangan Indonesia mahal," kata Deputi IV Bidang Koordinasi Industri dan Perdagangan Kementerian Koordinator Perekonomian, Edy Irawady.
"Biaya transportasi perdagangan di Indonesia saat ini masih mencapai 14,42 persen dari total biaya produksi, atau 27 persen dari Gross Domestic Product (GDP). Biaya tersebut termasuk tinggi," katanya pada "Sosialisasi Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional", di Yogyakarta, Kamis.
Menurut dia, biaya itu masih termasuk mahal dibandingkan, misalnya biaya transportasi perdagangan di Amerika Serikat yang hanya mencapai sembilan persen dari GDP mereka.
"Dengan kondisi tersebut pemerintah terus mengembangkan sistem logistik nasional berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 26/2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional," katanya.
Ia mengatakan, dengan pengembangan sistem logistik nasional itu diharapkan biaya trasportasi perdagangan bisa dikurangi sehingga berbagai komoditas atau produk dalam negeri bisa lebih bersaing.
"Sistem logistik yang tidak efisien akan menciptakan disparitas harga antardaerah maupun kelangkaan komoditas di suatu daerah. Hal itu yang akan dibenahi dengan sistem logistik nasional," katanya.
Dengan demikian, menurut dia, Indonesia ke depan tidak lagi dikuasai oleh logistik, tetapi mampu menguasai logistik, seperti pada zaman dulu. Pada zaman Kerajaan Majapahit, Indinaseis atau Nusantara pernah menguasai logsistik.
Ia mengatakan, Indonesia merupakan negara kepulauan yang besar dan kuat di bidang maritim, sehingga harus menguasai logistik agar biaya transporasti perdagangan di negeri ini tidak mahal.
"Ke depan kita harus menguasai logistik, bukan dikuasai oleh logistik. Dengan mengembangkan sistem logistik nasional kita akan dapat menguasai logistik seperti pada zaman Kerajaan Majapahit," kata Edy. (*)
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2012