Jakarta (ANTARA) - PT PLN (Persero) melakukan sejumlah upaya untuk memitigasi perubahan iklim dengan memaksimalkan operasional pembangkit yang ada dan secara paralel mengganti pembangkit listrik yang lebih ramah lingkungan.

Direktur Perencanaan Korporat PLN Evy Haryadi mengatakan pihaknya telah berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon. Selain dukungan penugasan dari pemerintah juga sebagai bentuk tanggung jawab PLN sebagai bagian warga dunia untuk bersama-sama memitigasi dampak perubahan iklim.

"Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon untuk mencapai 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG), serta komitmen untuk implementasi net zero emission pada tahun 2060," ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Selasa.

Menurut Evy, strategi memitigasi perubahan iklim mencapai netralitas karbon PLN membutuhkan kapasitas listrik terpasang sebesar 413 gigawatt (GW) yang 75 persennya berasal dari pembangkit berbasis energi baru terbarukan dan didukung oleh 19 GW interkoneksi dari Sumatra, Kalimantan, dan Nusa Tenggara ke Jawa.

"Porsi besar dalam bauran tersebut akan berasal dari energi terbarukan dengan 308 GW kapasitas terpasang," tuturnya.

Evy melanjutkan PLN juga berencana menerapkan teknologi carbon capture and storage (CCS) atau penangkapan karbon untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), menerapkan mekanisme transisi energi dengan mempensiunkan dini PLTU, dan penerapan teknologi baru seperti biomassa dan hidrogen.

PLN membutuhkan investasi untuk mencapai sebesar 614 miliar dolar AS dengan rincian 596 miliar dolar AS adalah investasi kapasitas listrik dan 18 miliar dolar AS adalah investasi interkoneksi untuk menjalankan upaya pencapaian target karbon netral pada tahun 2060.

Upaya ini pun perlu didukung oleh sejumlah hal, pertama tentang pembiayaan transisi energi melalui akses ke pembiayaan hijau berbiaya lebih rendah, hibah pembangunan, dan dukungan kerja sama antar pemerintah negara.

Berikutnya adalah pada harga listrik, PLN membutuhkan kompensasi agar harga listrik tetap terjangkau oleh masyarakat.

"Kita membutuhkan mekanisme subsidi kompensasi untuk meringankan kenaikan biaya kepada pelanggan," terang Evy.

Ketiga adalah teknologi untuk mencapai skala ekonomi untuk teknologi baru melalui investasi mega proyek dan berbagi teknologi oleh para pemain global pada battery energy storage system (BESS), carbon capture storage (CCS), dan hidrogen.

"Keempat adalah kebijakan pendukung, seperti penghapusan tarif impor dan pengenaan subsidi untuk mengurangi biaya kendaraan listrik," kata Evy.

Manajer Environmental Protection Comision Federal Electricity Commission (CFE) Federico Lopez De Alba mengungkapkan CFE sebagai perusahaan listrik di Meksiko pun sudah melakukan upaya mitigasi mengatasi perubahan iklim.

"Sekarang ke dalam kebijakan energi yang sangat menarik adalah bahwa kita harus mematuhi setidaknya 35 persen energi bersih pada tahun 2024," imbuhnya.

Baca juga: Bappenas: Performa ekonomi hijau Indonesia perlihatkan tren membaik

Baca juga: BRIN: Riset perubahan iklim perlu perhatikan kondisi di masyarakat

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2022