“Tentu PR (pekerjaan rumah)-nya bukan di kebijakan formulasinya, tapi di kebijakan aplikasinya,” kata dia, dalam diskusi daring Forum Merdeka Barat 9 dengan tema “RUU KUHP: Wujud Keadilan Hukum Indonesia” dipantau di Jakarta, Senin.
Baca juga: Menyoal kata "tanpa izin" pada Pasal 303 KUHP
Ia mengatakan bahwa aparat penegak hukum baik kepolisian maupun kejaksaan harus menjalankan fungsi kontrol dengan sebaiknya-baiknya. “Dan tentu presiden punya kewajiban untuk mengawasi bagaimana aparat hukum menjalankan KUHP baru ini juga,” ujarnya.
Menurutnya, rumusan norma-norma penjelasan sudah diperhatikan oleh tim perumus sedemikian rupa, yang menjadi langkah utama agar KUHP baru nanti dalam implementasinya tidak disalahgunakan untuk menjerat pidana sewenang-wenang.
Baca juga: Polresta Banda Aceh kembalikan barang bukti kejahatan ke masyarakat
“Yang kedua dan ini ruang yang selalu dibuka oleh pemerintah dan tim perumus bahwa kalau misalnya di dalam hal-hal tertentu itu ada civil society atau masyarakat yang tidak sepaham nanti dengan KUHP baru ini ya silahkan mengajukan judicial review,” katanya.
Ia berharap proses penyusunan KUHP baru yang sudah berjalan puluhan tahun sejak 1963 itu dapat segera disahkan sebagai cerminan nilai-nilai hukum yang ada di Indonesia. Sedangkan terkait pro dan kontra, menurutnya hal tersebut merupakan hal yang wajar di dalam pembahasan undang-undang.
Baca juga: Wamenkumham: Aksi Aliansi Nasional Reformasi KUHP bagian demokrasi
“Dari pengalaman saya mengikuti beberapa penyusunan peraturan perundang-undangan itu pasti ada saja ada, ada lima persen, dua persen, yang memang tidak sepakat dengan apa yang dirumuskan dalam sebuah peraturan perundang-undangan,” ujarnya.
Ia kemudian menambahkan, ”Kalau kita mengutamakan kepentingan pribadi atau sepihak saya yakin sampai kapan pun kita tidak punya KUHP."
Baca juga: Kominfo ajak publik terlibat diskusi RKUHP
Pewarta: Melalusa S Khalida
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2022