Yogyakarta (ANTARA News) - Pemerintah perlu menambah alokasi dana riset bagi para peneliti perguruan tinggi dalam rangka menggairahkan kembali iklim penelitian dan merangsang mereka melakukan penelitian yang memiliki layak paten. "Selama ini anggaran riset yang disediakan pemerintah untuk kalangan peneliti di perguruan tinggi dirasakan masih sangat kurang berkisar Rp50 juta per tahun," kata Ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof Dr Umar Anggara Jenie di Yogyakarta, Jumat. Dana itu, katanya menyikapi ketergantungan bangsa Indonesia terhadap hasil penelitian bioteknologi dari negara maju, tidak cukup untuk menghasilkan penelitian yang layak paten dalam rangka mengejar ketertinggalan Indonesia dari negara lain. "Idealnya para peneliti kita mendapatkan dana penelitian sebesar Rp300 juta per tahun," kata Umar Anggara Jenie yang juga Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM). Selain itu, pemerintah juga dinilai kurang memberikan prioritas dalam pengembangan bioteknologi yang menyebabkan hasil penelitian bidang tersebut di Indonesia masih sangat sedikit. Padahal bioteknologi adalah teknologi masa depan yang kini dilirik berbagai negara. Ia mengatakan, selain Jepang, ada tujuh negara baru yang sudah mengembangkan bioteknologi, di antaranya Kuba, Mesir, China, India, Brazil, Afrika Selatan, dan Korea Selatan. Sementara negara Amerika Serikat di bawah pemerintahan Barack Obama baru mulai fokus dan telah mengalokasikan dana sekitar 28,9 persen dari seluruh dana riset yang diperuntukkan bidang bioteknologi. "Itu kebijakan yang sangat revolusioner yang dilakukan Obama, karena dana riset bioteknologi di negara-negara Eropa hanya berkisar 13 persen. Obama juga sangat memberikan perhatian terhadap teknologi `stem cell`, padahal kebijakan itu sempat dihapus saat pemerintahan Bush," katanya. Berkaitan dengan penelitian bioteknologi, menurut dia, LIPI telah berhasil menciptakan padi transgenik hasil dari bioteknologi. Padi yang dikenal dengan nama "bt-protoxin-gene" itu memiliki keungggulan tahan terhadap musim kering, banjir, dan tahan hama. Namun, padi transgenik itu belum bisa dipasarkan ke masyarakat. "Saat ini benih padi tersebut belum dapat digunakan petani, karena masih memerlukan uji lapangan sedikitnya selama empat tahun," katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009